Sabtu, 10 Agustus 2013

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK CEREBRAL PALSY



BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A.    DEFENISI
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di defenisikan sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau lesi otak yang sedang berkembang. ( Behrman : 1999, hal 67 – 70 )
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh abnormalitas system motor piramida ( motor kortek, basal ganglia dan otak kecil ) yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal. ( Suriadi Skep : 2006, hal 23 – 27 ).
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda ( sejak dilahirkan ) serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan mental. ( Ngastiyah : 2000, hal 54 – 56 ).
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.

B.     KLASIFIKASI CEREBRAL PALSY
Cerebral palsy dibagi menjadi 4 kelompok :
1.      Tipe spastic atau pyramidal ( 50% dari semua kasus CP, otot-otot menjadi kaku dan lemah. Pada tipe ini gejala yang hamper selalu ada adalah :
a.       Hipertoni ( fenomena pisau lipat )
b.      Hiperrefleksi yang disertai klonus.
c.       Kecenderungan timbul kontraktur.
d.      Reflex patologis.
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut :
a)      Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b)      Spastic diplegia, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.
c)      Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.
d)     Monopologi, bila hanya satu anggota gerak.
e)      Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
2.      Tipe disginetik ( koreatetoid, 20% dari semua kasus CP ), otot lengan, tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan menghilang jika anak tidur.
3.      Tipe ataksik, ( 10% dari semua kasus CP ), terdiri dari tremor, langkah yang goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan koordinasi dan gerakan abnormal.
4.      Tipe campuran ( 20% dari semua kasus CP ), merupakan gabungan dari 2 jenis diatas, yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe spastic dan koreoatetoid.
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional :
a)      Ringan :
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan / aktivitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
b)      Sedang :
Aktivitas sangat terbatas, penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak dan berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
c)      Berat :
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan social-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.

C.    ETIOLOGY
Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian :
1.      Pranatal
a.       Infeksi intrauterin : TORCH, sifilis, rubella, toksoplasmosis, sitomegalovirus.
b.      Radiasi.
c.       Asfiksia intrauterine ( abrupsio plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilicus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain-lain ).
d.      Toksemia grafidarum.
2.      Perinatal
a.       Anoksia/hipoksia.
b.      Perdarahan otak.
c.       Prematuritas.
d.      Ikterus.
e.       Meningitis purulenta.
3.      Postnatal.
a.       Trauma kepala.
b.      Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan.
c.       Racun : logam berat.
d.      Luka Parut pada otak pasca bedah.
Beberapa penelitian menyebutkan factor prenatal dan perinatal lebih berperan dari pada factor pascanatal. Studi oleh nelson dkk ( 1986 ) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemia prenatal, factor penyebab cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir, sedangkan factor perinatal yaitu segala factor yang menyebabkan Cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedangkan factor pascanatal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun. ( Hagbreg dkk, 1975 ), atau sampai 5 tahun kehidupan ( Blair dan Stanley, 1982 ), atau sampai 16 tahun ( Perlstein, Hod, 1964 )

D.    MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis cerebral plasy tergantung dari bagian dan luas jaringan otak yang mengalami kerusakan :
1.      Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski kerusakan yaitu :
a.       Monoplegia / monoparesis : Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
b.      Hemiplegia / hemiparisis : Kelumpahan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
c.       Diplegia / diparesis : Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi tungkai lebih hebat dari pada lengan.
d.      Tetraplegia / tetraparesis : Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai yang lain
2.      Tonus otot yang berubah
Bayi pada usia pertama tampak flasid dan berbaring seperti kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada “ lower motor neuron” menjelang umur 1 tahun berubah menjadi tonus otot dari rendah hingga tinggi. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus “cerebral palsy”.
3.      Ataksia
Ialah gangguan koordinasi kerusakan terletak di serebulum, terdapat kira-kira 5% dari kasus “ cerebral palsy”.
4.      Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10% anak dengan “cerebral palsy” gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
5.      Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan dilidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot sehingga sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
6.      Gangguan mata
Biasanya berupa strabismus convergen dan kelainan refraksi, asfiksia berat, dapat terjadi katarak, hamper 25% penderita “celebral palsy” menderita kelainan mata.
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang berat, bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.
Gejalanya bervariasi, mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan yang berat, yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi roda
Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP :
a.       Kecerdasan dibawah normal.
b.      Keterbelakangan mental.
c.       Kejang/epilepsy ( trauma pada tipe spastic ).
d.      Gangguan menghisap atau makan.
e.       Pernafasan yang tidak teratur.
f.       Gangguan perkembangan kemampuan motorik ( misalnya menggapai sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan ).
g.      Gangguan berbicara (disatria ).
h.      Gangguan penglihatan.
i.        Gangguan pendengaran.
j.        Kontraktur persendian.
k.      Gerakan menjadi terbatas.

E.     KOMPLIKASI
Ada anak cerebral palsy yang menderita komplikasi seperti:
1.      Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek.
2.      Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena  kelumpuhan hemiplegia.
3.      Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur.
4.      Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.
5.      Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak wajar.
F.     DIAGNOSIS BANDING
1.      Proses degenerative
2.      Higroma subdural
3.      Arterio-venus yang pecah d. Kerusakan medula spinalis e. Tumor intracranial.

G.    PENGOBATAN / TERAPI
Tapi tidak dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang berlangsung seumur hidup. Tetapi banyak hal yang dapat dilakukan agar anak bisa hidup semandiri mungkin.
Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala dan bisa berupa : Terapi fisik.

H.    PENATALAKSANAAN
Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi :
1.      Reedukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari – hari
2.      Psiko terapi untuk anak dan keluarganya.
Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya.
3.      Koreksi operasi
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastic dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah disbanding dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon. Otot atau pada tulang.
4.      Obat – obatan
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.
Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilatin dan sebagainya.
Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, otot golongan benzodiazepine, misalnya : valium, Librium atau mogadon dapat dicoba.
Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi.
Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg pada pagi hari dan 2,5 – 5 mg pada waktu tengah hari.
a.       Loraces (penyangga)
b.      Kaca mata
c.       Alat Bantu dengar
d.      Pendidikan dan sekolah khusus
e.       Obat anti kejang
f.       Obat pengendur otot ( untuk mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen dan diazepam
g.      Terapi okupasional
h.      Bedah ortopedik / bedah saraf, untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi
i.        Terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi masalah makan
j.        Perawatan (untuk kasus yang berat)
Jika tidak terdapat gangguan fisik dan kecerdasan yang bera, banyak anak dengan CP yang tumbuh secara normal dan masuk ke sekolah biasa. Anak lainnya memerlukan terapi fisik yang luas pendidikan khusus dan selalu memerlukan bantuan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Pada beberapa kasus, untuk membebaskan kontraktur persendian yang semakin memburuk akibat kekakuan otot, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pembedahan juga perlu dilakukan untuk memasang selang makanan dan untuk mengendalikan pefluks gastroesofageal.


BAB II
PROSES KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
1.      Identifikasianak yang mempunyai resiko
2.      Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak daripada wanita
3.      Kap iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
4.      Monitor respon untuk bermain
5.      Kap fungsi intelektual
a.       Pemeriksaan Fisik
1)      Muskuluskeletal : spastisitas, Ataksia
2)      Neurosensory : gangguan menangkap suara tinggi, Gangguan bicara, Anak berliur, Bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya, Strabismus konvergen dan kelainan refraksi
3)      Eliminasi : konstipasi
4)      Nutrisi :  intake yang kurang
b.      Pemeriksaan Laboraturium dan Penunjang
1)      Pemeriksaan pendengaran ( untuk menentukan status pendengaran )
2)      Pemeriksaan penglihatan ( untuk menentukan status fungsi penglihatan )
3)      Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
4)      MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak vertikal.
5)      EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum ( ensefalins ) / volsetasenya meningkat ( abses )
6)      Analisa kromosom
7)      Biopsi otot
8)      Penilaian psikologik

B.     DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1.      Resiko cidera b/d gangguan pada fungsi motorik
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas
3.      Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan danpostur tubuh yang tidak progresif
4.      Resiko tinggi terhadap trauma b/d ataksia dan kelemahan umum
5.      Perubahan perfusi jaringan b/d edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran darh arteri / vena
6.      Resiko tinggi terhadap infeksi b/d penekanan respon inflamasi ( akibat – obat )
7.      Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi

C.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa I      :Resiko cidera b/d gangguan pada fungsi motorik
Tujuan
                        : Setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan berkurangnya resiko cidera.
Kriteria hasil
  :
a.       menyatakan pemahaman factor yang menyebabkan cidera
b.      Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untu
c.       menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera.
Intervensi :
1.      Ajarkan pola makan yang teratur
2.      Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan / kegiatan, Pertahankan kebersihan mulut anak.
3.      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi
4.      Berikan intake yang adekuat untuk menghindari terjadinya komplikasi / memperberat penyakit lebih lanjut.
Diagnosa II    : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kecacatan multifaset
Tujuan                        : Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria Hasil : Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami keterlambatan dan  sesuai dengan tahapan usia.
Intervensi        :
1.      Berikan diet nutrisi untuk pertumbuhan ( asuh )
2.      Berikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada anak ( asah )
3.      Berikan kasih sayang ( asih )
Diagnosa III   : Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan strabismus
Tujuan            :
1.      meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2.      mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhdap perubahan
3.      mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Kriteria hasil :
1.      peningkatan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2.      klien memahami dengan gangguan sensori yang dialami dan dapat beradaptasi
3.      bahaya disekitar klien terminimalisir
Intervensi :
1.      tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau kedua mata terlibat.
2.      Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya.
3.      Observasi tanda – tanda dan gejala disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur sampai benar – benar pulih.
4.      Letakkan barang yang dibutuhkan / posisi bel pemanggil dalam jangkauan pada sisi yang tak dioperasi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar