ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS “
ABORTUS “
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Abortus provocatus adalah istilah
Latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Maksudnya
adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seseorang
perempuan hamil. Karena itu abortus provocatus harus dibedakan dengan abortus
spontaneus, dimana kandungan seorang perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi
perlu dibedakan antara “ abortus yang disengaja” dan “abortus spontan”.
Secara medis abortus dimengerti
sebagai penghentian kehamilan selama janin belum viable, belum dapat hidup
mandiri di luar rahim, artinya sampai kira-kira 24 minggu atau sampai awal
trimester ketiga.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah untuk mengetahui macam-macam abortus, efek samping/risiko,
penatalaksanaan pasca abortus, diagnostik serta teknik pengeluaran abortus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Teori
1.
Pengertian
Abortus
Abortus adalah
pengeluaran hasil konsepsi dari uterus sebelum janin viabel. Abortus merupakan
penghentian dini suatu penyakit. ( Dorland, 1998 : 3).
Abortus adalah ancaman
atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram. ( Mansjoer, Arif . 2001: 260).
Abortus provocatus
adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan
hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam
rahim seseorang perempuan hamil. Karena itu abortus provocatus harus dibedakan
dengan abortus spontaneus, dimana kandungan seorang perempuan hamil dengan
spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara “ abortus yang disengaja” dan
“abortus spontan”.
Secara medis abortus
dimengerti sebagai penghentian kehamilan selama janin belum viable, belum dapat
hidup mandiri di luar rahim, artinya sampai kira-kira 24 minggu atau sampai
awal trimester ketiga.
2.
Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa
sebab yaitu:
a.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi,
biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang
menyebabkan kelainan ini adalah :
1) Kelainan
kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
2) Lingkungan
sekitar tempat implantasi kurang sempurna
3) Pengaruh
teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
b.
Kelainan pada plasenta, misalnya
endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.
c.
Faktor maternal, seperti pneumonia,
tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
d.
Kelainan traktus genetalia seperti
inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua) retroversi uteri,
mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
3.
Pathogenesis
Pada
awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan
sekitar yang menyababkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada
kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus desidua secara
dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8
sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar
dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak
jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
4.
Manifestasi
klinis
a. Terlambat
haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
b. Pada
pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan
normal atau meningkat.
c. Perdarahan
pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
d. Rasa
mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus
e. Pemeriksaan
ginekologi :
1) Inspeksi
vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2) Inspekulo
: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau
busuk dario ostium.
3) Colok
vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan,
tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum
Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.
5.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Tes kehamilan : positif bila janin masih
hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah abortus.
b.
Pemeriksaan Doppler atau USG untuk
menentukan apakah janin masih hidup.
c.
Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada
missed abortion.
6.
Komplikasi
a.
Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi.
b.
Pada missed abortion dengan retensi lama
hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah.
7.
Diagnosis
Berdasarkan
keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas :
a.
Abortus iminens, perdarahan pervaginam
pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa ada tanda-tanda dilatasi serviks
yang meningkat.
b.
Abortus insipiens, bila perdarahan
diikuuti dengan dilatasi serviks.
c.
Abortus inkomplit, bila sudah sebagian
jaringan janin dikeluarkan dari uterus. Bila abortus inkomplit disertai infeksi
genetalia disebut abortus infeksiosa.
d.
Abortus komplit, bila seluruh jaringan
janin sudah keluar dari uterus.
e.
Missed abortion, kematian janin sebelum
20 minggu, tetapi tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
Proses abortus dapat
berlangsung spontan (suatu
peristiwa patologis), atau artifisial /
terapeutik (suatu peristiwa untuk penatalaksanaan masalah / komplikasi).
Abortus spontan diduga
disebabkan oleh :
1) Kelainan
kromosom (sebagian besar kasus).
2) Infeksi
(chlamydia, mycoplasma dsb).
3) Gangguan
endokrin (hipotiroidisme, diabetes mellitus).
4) Oksidan
(rokok, alkohol, radiasi dan toksin).
Proses
Abortus dapat dibagi atas 4 tahap, yaitu abortus imminens, abortus insipiens,
abortus inkomplet.
a. Abortus Iminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya dari
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam
uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Ciri : perdarahan pervaginam, dengan
atau tanpa disertai kontraksi, serviks masih tertutup Jika janin masih hidup,
umumnya dapat bertahan bahkan sampai kehamilan aterm dan lahir normal. Jika
terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus spontan.
Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat gerakan
denyut jantung janin dan gerakan janin. Jika sarana terbatas, pada usia di atas
12-16 minggu denyut jantung janin dicoba didengarkan dengan alat Doppler atau
Laennec. Keadaan janin sebaiknya segera ditentukan, karena mempengaruhi rencana
penatalaksanaan / tindakan.
Penatalaksanaan
:
1)
Istirahat baring agar aliran darah ke
uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang.
2)
Periksa denyut nadi dan suhu badan dua
kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat jam bila pasien panas
3)
Tes kehamilan dapat dilakuka. Bila hasil
negatif mungkin janin sudah mati. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
4)
Berikan obat penenang, biasanya
fenobarbiotal 3 x 30 mg, Berikan preparat hematinik misalnya sulfas ferosus 600
– 1.000 mg.
5)
Diet tinggi protein dan tambahan vitamin
C.
6)
Bersihkan vulva minimal dua kali sehari
dengan cairan antiseptik untuk mencegah infeksi terutama saat masih
mengeluarkan cairan coklat.
b. Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah
peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu,
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi
masih berada di dalam uterus.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin sering, serviks terbuka.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin sering, serviks terbuka.
Penatalaksaan
:
1)
Bila perdarahan tidak banyak, tunggu
terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan selama 36 jam dengan diberikan
morfin.
2)
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu,
yang biasanya disertai perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai
kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam.
Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskular.
3)
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu,
berikan infus oksitosin 10 IU dalam deksrtose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per
menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit.
4)
Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta
masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
c. Abortus Inkomplit
Abortus inkompletus adalah
peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu,
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan keluar.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan keluar.
Penatalaksanaan
:
1)
Bila disertai syok karena perdarahan,
berikan infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat dan selekas mungkin
ditransfusi darah.
2)
Setelah syok diatasi, lakukan kerokan
dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin 0,2 mg intramuscular.
3)
Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta
masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
4)
Berikan antibiotik untuk mencegah
infeksi.
d. Abortus Komplit
Abortus kompletus adalah
terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi sebelum usia kehamilan
20 minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.
Penatalaksanaan:
1)
Bila kondisi pasien baik, berikan
ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5 hari.
2)
Bila pasien anemia, berikan hematinik
seperti sulfas ferosus atau transfusi darah.
3)
Berikan antibiotik untuk mencegah
infeksi.
4)
Anjurkan pasien diet tinggi protein,
vitamin dan mineral.
e. Abortus Abortion
Kematian janin dan nekrosis
jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih dari 4 minggu atau lebih
(beberapa buku : 8 minggu).
Biasanya didahului tanda dan gejala abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang setelah pengobatan.
Biasanya didahului tanda dan gejala abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang setelah pengobatan.
Penatalaksanaan
:
1)
Bila kadar fibrinogen normal, segera
keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
2)
Bila kadar finrinogen rendah, berikan
fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
3)
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu,
lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan
dilatasi serviks dengan dalatator Hegar kemudian hasil konsepsi diambil dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
4)
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu,
berikan dietilstilbestrol 3 x 5 mg lalu infus oksitosin 10 IU dalam dektrose 5%
sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi
uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100 IU dalam 8 jam. Bila tidak
berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
5)
Bila fundus uteri sampai 2 jari bawah
pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum
uteri melalui dinding perut.
f. Abortus Septik
Sepsis akibat tindakan abortus
yang terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun atau awam). Bahaya terbesar
adalah kematian ibu.
Abortus septik harus dirujuk kerumah sakit.
Abortus septik harus dirujuk kerumah sakit.
Penatalaksanaan
:
1)
Obat pilihn pertama : penisilin prokain
800.000 IU intramuskular tiap 12 jam ditambah kloramfenikol 1 gr peroral
selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam.
2)
Obat pilihan kedua : ampisilin 1 g
peroral selanjutnya 500 g tiap 4 jam ditambah metronidazol 5000 mg tiap 6 jam.
3)
Obat pilihan lainnya : ampisilin dan
kloramfenikol, penisilin, dan metronidazol, ampisilin dan gentamisin, penisilin
dan gentamisin.
4)
Tingkatkan asupan cairan.
5)
Bila perdarahan banyak , lakukan
transfusi darah.
6)
Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah
perlindungan antibiotik atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa
konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
g. Abortus terapeutik
Dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu,
atas pertimbangan / indikasi kesehatan wanita di mana bila kehamilan itu
dilanjutkan akan membahayakan dirinya, misalnya pada wanita dengan penyakit
jantung, hipertensi, penyakit ginjal, korban perkosaan (masalah psikis ). Dapat
juga atas pertimbangan/indikasi kelainan janin yang berat.
Pada pasien yang menolak dirujuk beri pengobatan
sama dengan yang diberikan pada pasien yang hendak dirujuk selama 10 hari :
Dirumah sakit :
1)
Rawat pasien di ruangan khusus untuk
kasus infeksi
2)
Berikan antibiotik intravena, penisilin
10-20 juta IU dan streptomisin 2 g.
3)
Infus cairan NaCl fisiologis atau ringer
laktat disesuaikan kebutuhan cairan.
4)
Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah
, denyut nadi dan suhu badan.
5)
Oksigenasi bila diperlukan, kecepatan 6
– 8 liter per menit.
6)
Pasang kateter Folley untuk memantau
produksi urin.
7)
Pemeriksaan laboratorium : darah
lengkap, hematokrit, golongan darah serta reaksi silang, analisi gas darah,
kultur darah, dan tes resistensi.
8)
Apabila kondisi pasien sudah membaik dan
stabil, segera lakukan pengangkatan sumber infeksi.
9)
Abortus septik dapat mengalami
komplikasi menjadi syok septik yang tanda-tandanya ialah panas tinggi atau
hipotermi, bradikardi, ikterus, kesadaran menurun, tekanan darah menurun dan
sesak nafas.
Prinsip :
Perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 12
minggu:
1)
Jangan
langsung dilakukan kuretase
2)
Tentukan dulu,
janin mati atau hidup. Jika memungkinkan , periksa dengan USG.
3)
Jangan terpengaruh hanya pemeriksaan B-HCG yang positif, karena
meskipun janin sudah mati, B-HCG mungkin masih tinggi, bisa bertahan sampai 2
bulan setelah kematian janin.
8. Penatalaksanaan
Medik
a. Tirah baring
b. Pemberian hormone progesterone, sebelumnya
dipastikan dulu karena adanya kekurangan hormone progesterone.
c. USG : Penentuan kondisi janin.
d. Pemeriksaan lanjut untuk
mencari penyebab abortus. Perhatikan juga involusi uterus dan kadar B-hCG 1-2
bulan kemudian.
e. Pasien dianjurkan jangan
hamil dulu selama 3 bulan kemudian (jika perlu, anjurkan pemakaian kontrasepsi
kondom atau pil).
9. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul
a.
Resti
kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
b.
Intoleransi
aktivitas b/d respon tubuh terhadap aktivitas : peradarahan, keletihan.
c.
Resti infeksi
b/d adanya jalan masuk organisme kedalam tubuh.
d.
Kecemasan b/d
masalah kesehatan : abortus.
B. Konsep
Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak
gejala / keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum
dan riwayat obstetri / ginekologi.
b.
Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan per vaginam
abnormal harus selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan.
c.
Pemeriksaan fisis umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik.
JIKA keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera.
d.
Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika
memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari
jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium.
e.
Jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan
penunjang (ambil sediaan SEBELUM pemeriksaan vaginal touche).
f.
Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar
dan letak uterus. Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke
dalam ostium dengan MUDAH / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi
serviks). Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa
atau tanda akut lainnya.
2. Rencana
Tindakan Keperawatan
I.
Diagnosa I : Resiko
tinggi kekurangan volume cairan b/d perdarahan. Ditandai dengan : Perdarahan
pervaginam, hipotensi, nadi meningkat dan perabaan diperifer halus. Gelisah
atau kesadaran menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam
diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil : Perdarahan (
- ), kadar Hb normal. Intervensi :
1)
Kaji dan
observasi penyebab kekurangan cairan : perdarahan.
2)
Monitor tanda
– tanda kekurangan cairan : kesadaran, tekanan darah dan nadi.
3)
Monitor tanda
– tanda perdarahan.
4)
Ukur intake –
output cairan.
5)
Pantau kadar
Hb
6)
Kolaborasi
dengan dokter untuk tindakan, terapi dan pemeriksaan.
II.
Diagnosa II : Intoleransi aktivitas b/d respon tubuh terhadap aktivitas perdarahan, keletihan. Ditandai
dengan : Perdarahan pervaginam ( + ), tampak lelah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam, aktivitas maksimal dapat tercapai kembali. Kriteria hasil : Memperlihatkan kemajuan aktivitas sampai
dengan mandiri, respon terhadap aktivitas.
Intervensi :
1)
Jelaskan
batasan – batasan aktivitas klien sesuai kondisi.
2)
Kaji respon
klien terhadap aktivitas: perdarahan dan keletihan.
3)
Tingkatkan
aktivitas secara bertahap.
4)
Rencanakan
waktu istirahat sesuai jadwal sehari – hari.
5)
Ajarkan metode
penghematan energi : luangkan waktu istirahat selama aktivitas, istirahat 3
menit setiap 5 menit melakukan aktivitas.
6)
Bantu
pemenuhan aktivitas yang tidak dapat/tidak boleh dilakukan klien, jika perlu
libatkan keluarga.
III.
Diagnosa III : Resti infeksi
b/d adanya jalan masuk organisme ke dalam tubuh.
Ditandai
dengan : Hasil konsepsi keluar, terdapat
flek – flek darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam, tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Luka kering
dan membaik, tanda – tanda infeksi ( - ).
Intervensi :
1)
Kaji faktor
resiko terhadap infeksi nasokomial.
2)
Kurangi
organisme yang masuk ke dalam tubuh : cuci tangan, teknik aseptic dan
antiseptic, personal hygiene dan vulva hygiene.
3)
Kurangi
kerentanan terhadap infeksi: motivasi dan pertahankan masukan kalori dan
protein, minimalkan lamanya tinggal di Rumah sakit.
4)
Pantau tanda –
tanda infeksi : demam, bau, secret vagina.
5)
Ajarkan klien
untuk meningkatkan kebersihan diri.
6)
Berikan
penyuluhan untuk menghindari hubungan suami istri 40 hari post abortus.
7)
Kolaborasi
dengan dokter untuk terapi pencegahan infeksi.
IV.
Diagnosa IV : Kecemasan b/d
masalah kesehatan : abortus.
Ditandai dengan : hasil konsepsi keluar, pasien tampak cemas, pasien
menanyakan apakah dapat hamil lagi, menanyakan keadaannya selanjutnya.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam, diharapkan kecemasan berkurang.
Kriteria hasil : Pasien
menampilkan pola koping yang positif : tenang, komunikatif dan kooperatif.
Intervensi :
1)
Kaji tingkat
dan penyebab kecemasan.
2)
Orientasikan
pada lingkungan dengan penjelasan
sederhana.
3)
Bicara
perlahan dan tenang menggunakan kalimat pendek dan sederhana.
4)
Beri informasi
yang cukup mengenai perawatan dan pengobatan yang akan dilakukan dan
direncanakan.
5)
Beri dorongan untuk
mengekspresikan perasaan.
6)
Beri
pendampingan, libatkan keluarga, jika perlu libatkan tim pendampingan orang
sakit.
7)
Ajarkan teknik
relaksasi : bernapas lambat, meditasi, membaca, ngobrol.
8)
Perlihatkan
rasa empati : tenang, menyentuh, membiarkan menangis.
9)
Singkirkan
stimulasi yang berlebihan misalnya : menjaga ketenangan lingkungan, batasi
kontak dengan orang lain/keluarga yang juga mengalami kecemasan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
1. Abortus hanya dipraktikkan dalam
klinik atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah dan
organisaso-organisasi profesi medis.
2. Aborsi hanya dilakukan oleh
tenaga profesional yang terdaftar dan memperoleh izin untuk itu, yaitu dokter
spesialis kebidanan dan genekologi atau dokter umum yang mempunyai kualifikasi
untuk itu.
3. Aborsi hanya boleh dilakukan pada
usia kehamilan kurang dari 12 minggu (untuk usia diatas 12 minggu bila terdapat
indikasi medis).
4. Harus disediakan konseling bagi
perempuan sebelum dan sesudah abortus.
5. Harus ditetapkan tarif baku yang
terjangkau oleh segala lapisan masyarakat.
B.
Saran
Abortus hendaknya dilakukan jika
benar-benar terpaksa karena bagaimanapun didalam kehamilan berlaku kewajiban
untuk menghormati kehidupan manusia dan abortus hendaknya dilakukan oleh tenaga
profesional yang terdaftar.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arif
Manjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan, Kapita Selekta
Kedokteran, FKUI, Media
Aesculapius, Jakarta : 2002.
2.
K.
Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika
PT. Gramedia, Jakarta : 2003.
3.
Sarwono,
Pengantar Ilmu Kandungan,
1991, Yayasan Pustaka.
4.
Sarwono.
Pengantar Ilmu Acuan Nasional,
2002 Yayasan Pustaka.
5.
Nugroho,
Taufan. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha
Medika : Yogyakarta, 2011.
6.
dr.
Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. EGC, Jakarta :
1998.
BalasHapusthaks infonya nnti saya share ke kawan kayak ny menarik juga.
saya mau izin sharing materi keperawatan, semoga bermanfaat bagi semuanya.
Aplikasi Android UKOM
perawat indonesia
materi Ukom perawat
soal dan pembahasan uji kompetensi perawat
farmakologi dan soal farmakologi
ukom
askep
askep 2
diagnosa nanda
Dan masih banyak lagi materi lainnya disana