Sabtu, 10 Agustus 2013

ASKEP PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A.    PENDAHULUAN
Pneumothorax didefenisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk mempertahankan paru dalam keadaan berkembang ( imflasi ). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan atau pleura visceral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma thorax dan karena berbagai prosedur diagnostic maupun terapeutik.
Jhonston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumothorax berkisar antara 2,4 – 17, 8/100.000/tahun. Beberapa karateristik pada pneumothorax antara lain : laki – laki lebih sering dari pada wanita ( 4:1). Sering pada usia 20 – 30 tahun.
Pneumothorax spontan yang timbul pada umur lebih dari 40 tahun seringkali disebabkan oleh adanya bronchitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang – orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi ( astenikus ) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumothorax kanan lebih sering terjadi dari pada kiri.

B.     ANATOMI FISIOLOGI RONGGA THORAX
Kerangka dada terdiri atas tulang dan tulang rawan. Batas – batas yang membentuk rongga di dalam thorax ialah :
a.       Depan : Sternum dan tulang rawan iga – iga.
b.      Belakang : 12 ruas tulang punggung beserta cakram antarruas (diskus invertebralis) yang terbuat dari tulang rawan.
c.       Samping : Iga – iga beserta otot interkostal
d.      Bawah : Diafragma
e.       Atas : Dasar leher.
Rongga thorax berisikan :
Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru – paru beserta pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan membentuk batas lateral pada mediastinum.
Mediastinum ialah ruang di dalam rongga dada antara kedua paru – paru. Isinya jantung dan pembuluh – pembuluh darah besar, usofagus, duktus torasika, aorta desendens, dan vena kava superior, saraf vagus, dan frenikus dan sejumlah besar kelenjar limfe.

BAB II
KONSEP DASAR TEORI
1.      PENGERTIAN
Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).
Pneumothorax/kolaps paru – paru adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru – paru dan rongga dada.
2.      ETIOLOGI
Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran /alveoli dan pecahnya septa – septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab tersering terjadinya pneumothorax, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empisema.

3.      KLASIFIKASI
1)      Berdasarkan terjadinya yaitu:
a.       Artificial           
Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
b.      Traumatic
Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
Barotrauma Pada Paru
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax. Tension. Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ didalam rongga dada juga tidak meningkat.
Akumulasi darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks.
c.       Spontan.
Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi. Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus dan pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
2)      Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis
3)      Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
4)      Berdasarkan jenis fistel.
Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).
Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif  (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).
Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

4.      PATOFISIOLOGI
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luaryang tekanannya nol akan masuk ke bronchus sehingga sampe ke alveoli.
Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau mengejan, karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus itu akan pecah atau robek.
Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:
a.       Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kea rah jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.
b.      Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
c.       Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan pneumothoraks.

5.      MANIFESTASI KLINIS
a.       Tachypnea
b.      Dyspnea
c.       Cyanosis.
d.      Decreased or absent breath sounds on affected side.
e.       Tracheal deviation.
f.       Dull resonance on percussion.
g.      Unequal chest rise.
h.      Tachycardia.
i.        Hypotension
j.        Pale, cool, clammy skin.
k.      Possibly subcutaneous air.
l.        Narrowing pulse pressure.

6.      PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan pneumotorax tergantung dari luasnya pneumothorax. Tujuannya yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Prinsip – prinsip penanganan pneumothorax menurut British Sosiety dan American collage of chest fisician adalah :
a.       Observasi dan pemberian tambahan oksigen
b.      Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube trakeostomi dengan atau tanpa pleurodesis.
c.       Trakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya blep atau bula.
d.      Torakotomi

7.      PENGKAJIAN FISIK
1)      Identitas pasien
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) agama
e) status perkawinan
f) pendidikan
g) pekerjaan
h) tanggal masuk
i) no register
j) diagnosa medic
2. Penanggung jawab
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) pekerjaan
e) hubungan dengan pasien
f) pendidikan
2)      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat penyakit saat ini
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah ada riwat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan pada paru meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
b.      Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB Paru dimana sering terjadi pada pneumothorax spontan
c.       Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin menyebabkan pneumothorax seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain-lain.

8.      DATA FOKUS TERKAIT PENURUNAN FUNGSI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala        : Dispnea dengan aktivitas atau istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda        : Takikkardia.
-          Frekuensi tak teratur atau distritnia
-          Irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi).
-          Tanda Homman
-          TD       : hipertensi/hipotensi
-          DVJ
3. Integritas ego
Tanda        : ketakutan, gelisah.
4. Makanan atau cairan
Tanda        : adanya pemasangan IV vena sentral/ infuse tekanan
5. Nyeri atau kenyamanan
Gejala        : nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan, batuk. Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau reganggan (pneumothorax spontan). Tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (efusi pleural).
Tanda        :
-          berhati-hati pada area yang sakit.
-          Perilaku yang distraksi
-          Mengkerutkan wajah
6. Pernapasan
Gejala        :
-          kesulitan bernapas, lapar napas.
-          Batuk (mungkin gejala yang ada)
-          Riwayat bedah dada/trauma : penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru (empiema/effusi) penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis), keganasan pneumothorax spontan sebelumnya.
Tanda        : pernapasan :
-          Peningkatan frekuensi/takipnea.
-          Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada dan leher, retraksi interkortal, eksipirasi abdominal kuat.
-          Bunyi napas menurun atau tidak ada.
-          Fremitus menurun.
Perkusi dada :
-          Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorax), bunyi pekak diatas area yang terisi area (hemothorax).
Observasi dada dan palpasi dada :
-          Gerakan dada tidak sama (paradogsik) bila trauma atau kemps,penurunan pengembangan thorax (area yang sakit).
Kulit :
-          Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi sub kutan.
Mental       :
-          Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
-          Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/ terapi PEEP.
7. Keamanan
Gejala        : adanya trauma dada.
Radiasi/ kemotherapi untuk keganasan.
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala        : riwayat faktor resiko keluarga, tuberculosis, kanker.
-          Adanya bedah intrathorakal/biopsy paru
-          Bukti kegagalan membaik.
11. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1)      Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural, data menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
2)      GDA : variable tergantung pada derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal/menurun, saturasi oksigen biasa menurun.
3)      Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemotoraks)
4)      HB : mungkin menurun menunjukkan kehilangan darah
5)      Laboratorium (darah lengkap dan astrup)
12. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2.      Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSB.
3.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.

BAB III
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Dx Keperawatan I: Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola pernapassan klien kembali efektif.

INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi factor penyebab kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi mekanik pernapasan.
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi
3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk.
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)

5.Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam.













6.Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.


7. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD.
1. Memahami penyebab dari kolaps paru sangat penting untuk mempersiapkan WSD pada pneumothoraks dan menentukan untuk interfensi lainnya.
2. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.

3.Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
4.Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
5. Auskultasi dapat menentukan kelainan suara napas pada bagian paru. Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru. Pada daereah kolaps paru suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.
6. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
7. Dengan WSD memungkinkan udara keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negative pada intrapleura.

Dx Keperawatan II: Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan pemasangan WSD.
Tujuan Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi resiko trauma pernapasan tidak terjadi.
Intervensi
Rasional
1. Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman pernapasan,laporkan setiap perubahan yang terjadi.
2. Observasi tanda-tanda vital (nadi, rr).


3.Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk.
4. Perhatikan undulasi pada selang WSD






















5. Anjurkan klien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi.

6. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu.

7. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.

8. Beri penjelasan pada klien tentang perawatan WSD.

9. Bantu dan ajarkan klien unuk melakukan napas dalam yang efektif.
1. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan klien.
2. Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
3. Posisi setengah duduk atau duduk dapat mengurangi resiko pipa/selang WSD terjepit.
4. Undulasi (pergerakan cairan diselang dan adanya gelembung udara yang keluar dari air dalam botol WSD) merupakan indicator bahwa drainase selang dalam keadaan optimal. Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting Karena beberapa kondisi dapat terjadi, antara lain:
·         Motor suction tidak berjalan
·         Selang terlipat atau tersumbat
·         Paru telah mengembang
Oleh karena itu, perawat harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi system drainase, dan amati tanda-tanda kesulitan bernapas.
5. Menghindari tarikan spontan pada selang yang mempunyai resiko tercabutnya selang dari rongga dada.
6. Tanda atau batas pada botol dapat menjadi indicator dan bahan monitor terhadap keadaan draidase WSD.
7. Gravitasi. Udara dan cairan mengalir dari takanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
8. Meningkatkan sikap kooperatif klien dan mengurangi resiko trauma pernapasan.
9. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

Daftar Pustaka :
1.      Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC,1998.
2.      Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta
3.      Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
4.      Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
5.      Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar