Sabtu, 10 Agustus 2013

ASKEP ANAK DENGAN IKTERUS NEONATORUM



ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN IKTERUS

A.    TINJAUAN TEORI
1.      Defenisi
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah     (Brooker, 2001).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan ( Markum, A.H 1991).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10. ( Nursalam,2005).
2.      Etiology
a.       Peningkatan produksi Billirubin dapat menyebabkan:
1)               Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian  golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
2)               Pendarahan tertutup  misalnya pada trauma kelahiran
3)               Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan  metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis
4)               Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.        
5)               Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta),  diol (steroid).
6)               Kurangnya  Enzim Glukoronil  Transeferase , sehingga  kadar Bilirubin Indirek  meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
7)               Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b.      Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan  misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c.       Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme  atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati  dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d.      Gangguan ekskresi  yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e.       Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
3.      Patofisiologi
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah bilirubin yang larut dalam lemak menjadi  bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat  serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah /RBCs. Ketika  RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin (protein ) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata  yang akan dikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran intestinal.  Di Intestinal dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen dan starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat faeces  dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen.
Pada BBL  bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena  terdapat beta –glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk kembali ke hati .
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
a.       Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang meningkat
b.      Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.
c.       Gangguan transportasi  ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi albumin menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus
d.      Gangguan ekskresi akibat sumbatan  ddalam hepar atau  diluar hepar, karena kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain.

4.      Manifestasi klinik
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
a.       Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
b.      Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan   darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
c.       Trauma lahir:  Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
d.      Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
e.       Letargik dan gejala sepsis lainnya
f.       Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
g.      Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
h.      Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
i.        Omfalitis (peradangan umbilikus)
j.        Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
k.      Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
l.        Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.

5.      Klasifikasi
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
a.       Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm  tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurang protein Y dan , enzim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya.
b.      Ikterus Patologis 
1)      Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
2)      Peningkatan bilirubin  5 mg persen   atau lebih dalam 24 jam
3)      Konsentrasi bilirubin  serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau 12 mg/dl pada bayi aterm.
4)      Ikterus yang disertai  proses hemolisis
5)      Bilirubin Direk lebih dari  mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum  mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.
6)      Ikterus menetap setelah bayi berumur  10 hari   pada bayi aterm  dan 14 hari pada BBLR.
Keadaan yang menyebabkan ikterus  patologis adalah :
1)      Penyakit hemolitik
2)      Kelainan sel darah  merah
3)      Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.
4)      Infeksi
5)      Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia
6)      Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin,
7)      Pirai enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi, hirschsprung.
6.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Kadar bilirubin serum (total)
b.      Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
c.       Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
d.      Pemeriksaan kadar enzim G6PD
e.       Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
f.       Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

7.      Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
a.       Menghilangkan Anemia
b.      Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c.       Meningkatkan Badan Serum Albumin
d.      Menurunkan Serum Bilirubin
a)      Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa  ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b)     Tranfusi  Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a.       Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b.      Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c.       Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d.      Tes Coombs Positif
e.       Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f.       Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g.      Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h.      Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i.        Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a.       Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b.      Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c.       Menghilangkan Serum Bilirubin
d.      Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
c)      Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim  yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
8.      Komplikasi
Komplikasi  Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak  akibat perlengketan bilirubin  indirek pada otak dengan gambaran klinik:
a.       Letargi/lemas
b.      Kejang
c.       Tak mau menghisap
d.      Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
e.       Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
f.       Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.
B.     Konsep Inkubator
1.      Pengertian Inkubator
Inkubator adalah lemari logam yang berdiri di atas roda. Inkubator dapat dimasuki dari dua arah yang dilengkapi dengan kipas angin sederhana, sistem pemans dan panel pengontrol. Dan juga dalam inkubator terdapat beberapa lubang pintu yang dapat dilalui bayi sehingga tidak banyak mengakibatkan hilangnya panas dan zat asam. Di sekitar pintu terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai jalan masuk pipa, kabel, alat pemantau di dalam inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson, 1995; 63).
2.      Cara Menggunakan Inkubator
Melakukan perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan asuhan keperawatan. Bayi dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suhu lingkungan yang cukup dengan suhu normal. Dengan penatalaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara tertutup dan terbuka.
a.       Inkubator Terbuka :
1)      Pemberian inkubator terbuka dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada bayi
2)      Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan
3)      Membungkus dengan selimut hangat
4)      Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara
5)      Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala
6)      Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat bahan bayi.
b.      Inkubator Tertutup 
1)      Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan tertentu seperti anpea dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen selalu tersedia.
2)      Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung
3)      Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi
4)      Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh
5)      Pengaturan oksigen selalu diobservasi
6)      Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27 o C.
3.      Pengaturan Suhu Inkubator

Berat Badan Lahir (gram)
0 – 24 jam
( 0 C )
2 – 3 hari
( 0 C )
4 – 7 hari
( 0 C )
8 hari
( 0 C )
1500
34 – 36
33 – 35
33 – 34
32 – 33
1501 – 2000
33 – 34
33
32 – 33
32
2001 – 2500
33
32 – 33
32
32
> 2500
32 – 33
32
31 – 32
32
Keterangan :
Apabila suhu kamar 28 – 29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat celcius setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi boleh dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.
C.    Tinjauan Asuahan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Anamnese orang tua/keluarga : Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena pengaruh pregnanediol
v  Riwayat kelahiran:
1)      Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan merupakn predisposisi terjadinya infeksi
2)      Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
3)      Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
4)      Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar).
b.      Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
2)      Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
3)      Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
4)      Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda peningkatan frekuensi nafas.
5)      Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
6)      Perut : Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal ni   berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi. Gangguan  Peristaltik  tidak diindikasikan photo terapi.  Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat  gangguan  metabolisme bilirubun enterohepatik
c.       Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
d.      Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat / acholis / seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu
e.       Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemah
f.       Kulit : Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas menurun, perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
g.      Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lain menunjukkan adanya tanda – tanda kern - ikterus
2.      Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan :
Diagnosa I : Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan  dengan  peningkatan bilirubin
Tujuan Keperawatan : Pertukaran gas kembali adekuat setelah dilakukan     tindakan   keperawatan.
Kriteria Hasil :
a.       bayi tidak sesak napas
b.      Leukosit dalam batas normal.
c.       Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
       Intervensi dan Rasional
a.       Observasi  tanda-tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Untuk mengetahui perubahan tanda-tanda vital
b.      Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan. Rasional : Untuk evaluasi derajat distress
c.       Observasi kulit dan membran mukosa. Rasional: Untuk mengetahui sianosis perifer ( pada kuku) dan sianosis sentral (   pada  sekitar bibir).
d.      Atur posisi tidur semi fowler/ nyaman menurut pasien. Rasional : Menurunkan tekanan diafragma dan melancarkan O2
e.       Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2. Rasional : Memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia
f.       Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi TBC. Rasional: Mencegah perkembangbiakan dan mematikan mikrobakterium tuberkulosis.

Diagnosa II : Kekurangan  volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat.
Kriteria hasil :
a.       Turgor kulit baik.
b.      Mukosa lembab.
c.       Mata tidak cekung
d.      Tidak ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).
e.       Penurunan BB dalam batas normal.
f.       Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh.
   Intervensi Dan Rasional
a.       Pemberian cairan dan elektolit sesuai protokol. Rasional :Memenuhi kebutuhan cairan sehingga tubuh akan terpenuhi untuk menjamin keadekuatan
b.      Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor, membran mukosa.  Rasional : Dapat menentukan tanda-tanda dehidrasi dengan tepat.
c.       Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan.  Rasional :Mengetahui keseimbangan antara masukan dan pengeluaran.
d.      Monitor TTV.  Rasional : Mengetahui status perkembangan pasien.
e.       Kaji hasil test elektrolit.  Rasional : Perpindahan cairan atau elektrolit, penurunan fungsi ginjal dapat meluas    mempengaruhi penyembuhan pasien.
Diagnosa Keperawatan  III : Risiko tinggi hipotermia dan hipertermia  berhubungan dengan sistem pengaturan suhu tubuh yang belum matang
Tujuan keperawatan : Menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36  – 37 5 o C
Kriteria hasil :  Bayi akan :
a.       Mempertahankan suhu tubuh normal 36  – 37 5 o C
b.      Akral hangat
c.       Tidak sianosis
d.      Badan berwarna merah
Intervensi dan Rasional :
a.       Observasi suhu dengan sering, ulangi setiap 5 menit selama penghatan ulang
Rasional :        Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaiki bila ada dan penurunan sensitivitas untuk meningaktkan kadarCO2­ (hiperkapnea dan penurunan kadar O2 (hipoksia)
b.      Perhatikan adanya takipnea atau apnea, cyanosis, umum, akrosianosi atau kulit belang, bradikardia, menangis buruk, letargi, evaluasi derajat dan lokasi icterik.
Rasional :Tanda-tanda ini menandakan stress dingin yang meningkatkan O2 dan kalori serta membuat bayi cenderung pada asidosis berkenaan dengan metabolic anaerobic
c.       Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua
Rasional :        Mempertahankan lingkungan termometral, membantu mencegah stress dingin
d.      Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan penutup plastic atau kersta aluminum bila tepat. Objek panas berkontak dengan tubuh bayi seperti stetoskop.
Rasional :        Menjaga suhu tubuh bayi dalam batas normal
e.       Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup
Rasional : Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
DAFTAR PUSTAKA
1.      Wong. (1999). Nursing Care of Infants Children. Mosby Year Boodc Philadelphia.
2.      Prof. Dr. Rustam Muchtar, MPH. Sinopsis Obstetric, Obstetric Fisiologi Obstetris    Patologi. Jilid I, Edisi 2. Editor Delilutan DSOG.
3.      Perawatan Ibu di Pusat Kesehatan Masyarakat Surabaya
4.      Markum, A.H (1991). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. JiliI. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.
5.      Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Terjemahan Tim PSIK Unpad. Jakarta: EGC.
6.      Klaus and Forotaff. (1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi 4. Jakarta: EGC.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar