ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
GAGAL GINJAL
A.
KONSEP
DASAR TEORI
1.
PENGERTIAN
Gagal
ginjal adalah ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan pembuangan, membersihkan
urine dan menghemat elektrolit. Ini bisa terjadi dengan tiba-tiba dalam
merespon perfusi yang tidak adekuat. Azotemia dan uremia adalah faktor yang
sering dihubungkan dengan gagal ginjal. Azotemia adalah pengumpulan pembuangan
nitrogen dalam darah. Uremia adalah kondisi yang lebih lanjut yang menyimpan
nitrogen yang menghasilkan racun. Azotemia tidak mengancam hidup, sedangkan
uremia adalah kondisi yang serius yang sering melibatkan sistem tubuh yang
lain.
Gagal ginjal dibagi 2 : gagal ginjal
akut dan gagal ginjal kronik
I.
Gagal Ginjal Akut
Gagal
ginjal akut adalah suatu keadaan klinik dimana jumah urine mendadak berkurang
dibawah 300 ml/m2 dalam sehari disertai gangguan fungsi ginjal lainnya.
(Ngastiyah,1997)
(Ngastiyah,1997)
Gagal
ginjal akut adaah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak
laju filtrasi glomerular, disertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme (ureum
dan kreatinin).
(Suhardjono, dkk, 2001 )
(Suhardjono, dkk, 2001 )
Gagal
ginjal akut terjadi bila ginjal tiba-tiba tidak dapat mengatur volume dan
komposisi urin dengan tepat dalam merespon makanan dan intake cairan dan
kebutuhan organisme.
(Whaley & Wong, 2002)\
(Whaley & Wong, 2002)\
Gagal
ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap
akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular.
(Brunner & Suddarth,2002)
(Brunner & Suddarth,2002)
2.
ETIOLOGY
a. Faktor prerenal : Semua faktor yang
menyebabkan oeredaran darah ke ginjal berkurang dengan terdapatnya hipovolemia,
misalnya :
1) Perdarahan karena trauma operasi.
2) Dehidrasi atau berkurangnya volume
cairan di ekstraseluler (dehidrasi pada diare).
3) Berkumpulnya cairan interstitial di
suatu daerah luka (combustio, pasca bedah yang cairannya berkumpul di daerah
operasi, peritonitis dan proses eksudatif lain yang menyebabkan hipovolemia).
Bila
faktor prerenal dapat diatasi, faal ginjal akan menjadi normal kembai, tetapi
jika hipovolemia berlangsung lama, maka akan terjadi kerusakan pada parenkim
ginjal.
b. Faktor intrarenal
Faktor ini merupakan penyebab gagal ginjal akut terbanyak. Terjadi kerusakan di gomerulus atau tubulus sehingga faal ginjal langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung cepat atau mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan-lahan dan akhirnya mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prerenal dan iskemia kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal.
Berbagai penyebab kelainan ini adalah :
Faktor ini merupakan penyebab gagal ginjal akut terbanyak. Terjadi kerusakan di gomerulus atau tubulus sehingga faal ginjal langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung cepat atau mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan-lahan dan akhirnya mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prerenal dan iskemia kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal.
Berbagai penyebab kelainan ini adalah :
1) Koagulasi intravaskuler, seperti
pada sindrom hemolitik uremik, renjatan sepsis dan renjatan hemoragik. Heparin
digunakan untuk mengurangi trombosis dan meluasnya kelainan di ginjal.
2) Glomerulopati (akut) seperti
gomerulonefritis akut pascastreptococ, lupus nefritis, rapidly progressive
glomerulonefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
3) Penyakit neoplastik akut seperti
leukemia, limfoma dan tumor lain yang langsung menginfitrasi ginjal dan
menimbulkan kerusakan. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh hiperuresemia atau
xantinuria.
4) Nekrosisi ginjal akut misalnya
nekrosis tubuus akut akibat renjatan dan iskemia lama, nefrotoksin (kloroform,
sublimat, insektisida organik, kloras kailus dan lain-lain), hemoglobinuria dan
mioglobinuria.
5) Pielonefritis akut (jarang
menyebabkan gagal ginjal akut) tetapi pada umumnya pielonefritis kronik
berulang baik sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi kelainan
struktural menyebabkan kehilangan faal ginjal secara progresif.
6) Glomerulonefritis kronik dengan
kehilangan fungsi progresif.
c. Faktor postrenal
Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih seperti kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis, keracunan jengkol dan sebagainya harus bersifat bilateral.
(Ngastiyah,1997).
Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat :
Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih seperti kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis, keracunan jengkol dan sebagainya harus bersifat bilateral.
(Ngastiyah,1997).
Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat :
1) Gangguan sirkulasi ginjal
2) Glomerulonefritis berat
3) Sumbatan traktus urinarius oleh
batu.
(John Gibson, 2003)
(John Gibson, 2003)
d. Etiology gagal ginjal kronik
1)
Pielonefritis
2)
Diabetes mellitus
3)
Hipertensi yang tidak terkontrol
4)
Obstruksi saluran kemih
5)
Penyakit ginjal polikistik
6)
Gangguan vaskuler
7)
Lesi herediter
8)
Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
3.
MANIFESTASI KLINIS
a. Pasien tampak sangat menderita dan
letargi disertai mual persisten, muntah dan diare,
b. Kulit dan membran mukosa kering
akibat dehidrasi dan nafas mungkin berbau urine.
c. Lemah, sakit kepala, kedutan otot
dan kejang.
d. Peningkatan BUN (tetap), kadar
kreatinin dan laju endap darah tergantung katabolisme.
e. Hiperkalemia menyebabkan disritmia
jantung.
f. Asidosis metabolik menyertai gagal
ginjal.
g. Abnormalitas Ca dan Po4, peningkatan
konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi.
h. Anemia terjadi akibat penurunan
produksi eritropoietin, lesi saluran pencernaan, penurunan usia sel darah merah
dan kehilangan darah.
(Nursalam, 2006)
(Nursalam, 2006)
4.
PATOFISIOLOGY
Berdasarkan hasil penelitian klinis,
tahapan kejadian gagal ginjal akut dibagi 3 yaitu :
a. Fase oliguria/anuria
Pada permulaan fase ini mungkin tidak diketahui oleh orang tua pasien karena gejala penyakit primer sebagai penyebab gagal ginjal akut lebih menonjol. Jumlah urin berkurang sampai 10-30 ml sehari dan umumnya tidak sampai anuria. Oliguria dapat berlangsung 4-5 hari atau lebih dan kadang sampai 1 bulan. Lambat laun gejala uremia menjadi nyata seperti muntah, pusing, apati sampai somnolen, rasa haus, pernafasan Kussmaul, anemia, kejang, dan sebagainya. Selain kadar ureum meningkat ditemukan pula hiperkalemia, hiperfosfatemia, hiponatremia dan asidosis metabolik. Asam sulfat dan fosfat serta kalium terbentuk pada kerusakan sel jaringan. Mula-mula sebagian CO2 dikeluarkan melalui paru-paru (pernafasan Kussmaul) sehingga terdapat asidosis metabolik terkompensasi, tetapi akhirnya pH juga menurun (tidak terkompensasi lagi). Karena adanya hiperfosfatemia, maka akan terjadi hipokalsemia. Hiperkalemia dan hipokalsemia mengakibatkan faal jantung terganggu. Hiponatremia timbul akibat pindahnya natrium dan cairan ekstraseluler kedalam sel, adanya retensi cairan serta masukan garam natrium yang kurang.
Pada permulaan fase ini mungkin tidak diketahui oleh orang tua pasien karena gejala penyakit primer sebagai penyebab gagal ginjal akut lebih menonjol. Jumlah urin berkurang sampai 10-30 ml sehari dan umumnya tidak sampai anuria. Oliguria dapat berlangsung 4-5 hari atau lebih dan kadang sampai 1 bulan. Lambat laun gejala uremia menjadi nyata seperti muntah, pusing, apati sampai somnolen, rasa haus, pernafasan Kussmaul, anemia, kejang, dan sebagainya. Selain kadar ureum meningkat ditemukan pula hiperkalemia, hiperfosfatemia, hiponatremia dan asidosis metabolik. Asam sulfat dan fosfat serta kalium terbentuk pada kerusakan sel jaringan. Mula-mula sebagian CO2 dikeluarkan melalui paru-paru (pernafasan Kussmaul) sehingga terdapat asidosis metabolik terkompensasi, tetapi akhirnya pH juga menurun (tidak terkompensasi lagi). Karena adanya hiperfosfatemia, maka akan terjadi hipokalsemia. Hiperkalemia dan hipokalsemia mengakibatkan faal jantung terganggu. Hiponatremia timbul akibat pindahnya natrium dan cairan ekstraseluler kedalam sel, adanya retensi cairan serta masukan garam natrium yang kurang.
b. Fase diuretik
Diuresis dapat timbul dengan mendadak atau urin bertambah tiap hari sehingga mencapai keadaan poliuria. Diuresis ini dapat disebabkan oleh kadar ureum tinggi didalam darah (diuresis osmotik). Disamping faal tubulus belum baik, juga oleh pengeluaran cairan tubuh yang berlebihan. Cairan tersebut biasanya disertai elektrolit seperti natrium, kalium, dan klorida. Mungkin terjadi suatu dehidrasi. Urin yang terbentuk dapat hipotonis atau isotonis dan mengandung silinder, leukosit serta beberapa eritrosit; juga ada protinuria sedang. Karena tidak adanya keseimbangan faal glomerulus dan tubulus maka terjadi difusi ureum kembali sehingga kadar didalam darah masih meningkat pada awal fase diuresis.
Hiponatremia dalam fase oliguria antara lain disebabkan oleh retensi cairan dalam tubuh. Dalam fase diuretik, hiponatremia ini disebabkan oleh kehilangan natrium melalui tubulus yang rusak. Lama fase ini berlangsung kira-kira 2 minggu.
Diuresis dapat timbul dengan mendadak atau urin bertambah tiap hari sehingga mencapai keadaan poliuria. Diuresis ini dapat disebabkan oleh kadar ureum tinggi didalam darah (diuresis osmotik). Disamping faal tubulus belum baik, juga oleh pengeluaran cairan tubuh yang berlebihan. Cairan tersebut biasanya disertai elektrolit seperti natrium, kalium, dan klorida. Mungkin terjadi suatu dehidrasi. Urin yang terbentuk dapat hipotonis atau isotonis dan mengandung silinder, leukosit serta beberapa eritrosit; juga ada protinuria sedang. Karena tidak adanya keseimbangan faal glomerulus dan tubulus maka terjadi difusi ureum kembali sehingga kadar didalam darah masih meningkat pada awal fase diuresis.
Hiponatremia dalam fase oliguria antara lain disebabkan oleh retensi cairan dalam tubuh. Dalam fase diuretik, hiponatremia ini disebabkan oleh kehilangan natrium melalui tubulus yang rusak. Lama fase ini berlangsung kira-kira 2 minggu.
c. Fase penyembuhan atau fase pasca
diuretik
Poliuria akhirnya akan berkurang, begitu juga gejala uremia. Didalam beberapa minggu faal glomerulus dan tubulus menjadi baik tetapi masih ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu ialah daya mengkonsentrasi urin. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.
(Ngastiyah, 1997)
Poliuria akhirnya akan berkurang, begitu juga gejala uremia. Didalam beberapa minggu faal glomerulus dan tubulus menjadi baik tetapi masih ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu ialah daya mengkonsentrasi urin. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.
(Ngastiyah, 1997)
5.
KOMPLIKASI
a. Jantung
: edema paru, aritmia, efusi perikardium.
b. Gangguan
elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, asidosis.
c. Neurologi
: tremor, koma, kejang, gangguan kesadaran.
d. Gastrointestinal :
nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum.
e. Hematologi
: anØemia, diatesis hemoragik.
f. Infeksi
: pneumonia, septikemia, infeksi
nosokomial (Mansjoer, dkk, 2000).
6.
EVALUASI DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan biokimia (Ph < 5,3,
glukosa, protein < 60Eq/menit) untuk mengetahui fungsi ginjal dan gangguan
elektrolit.
b. Mikroskopik urine menunjukkan
kelainan sesuai penyakit yang mendasarinya.
c. Tes serologi (albumin serum menurun
< 60Eq/menit) untuk mengetahui penyebab glomerulonefritis.
d. Peningkatan serum kreatinin atau BUN
( laki-laki : > 1,3 mg%, wanita : > 1,1 mg%).
e. Pemeriksaan kimia urine untuk
membedakan berbagai bentuk gagal ginjal akut.
f. USG untuk memperkirakan ukuran
ginjal dan memungkinkan perbaikan sumbatan uropati. (Nursalam, 2006)
7.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan harus ditujukan pada penyakit primer yang menyebabkan gagal ginjal akut ( sepsis, renjatan, dehidrasi, obstruksi, keracunan dan sebagainya). Disamping itu juga di tujukan pada keadaan ginjal itu sendiri. Karena gangguan faal glomerulus dan tubulus, maka terganggu pula ekskresi hasil katabolisme badan, keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan juga keseimbangan asam dan basa. Faal glomerulus mungkin terganggu oleh faktor prarenal(kehilangan cairan, renjatan dan sebagainya) yang menyebabkan penurunan GFR sehingga terjadi retensi fosfat, sulfat, ureum, kalium, dan lain-lain. Anamesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan urin dapat membedakan gagal ginjal akut yang disebabkan oleh faktor prarenal atau renal. Bila jumlah urin sedikit disertai kadar natrium di urin rendah dan berat jenis tinggi, maka parenkim ginjal tidak banyak mengalami kerusakan, tetapi bila kadar natrium di urin tinggi dan berat jenis rendah maka parenkim ginjal mengalami banyak kerusakan.
Bila terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hiponatremi, hipokalsemia, hiperfosfatemia, katabolisme jaringan, anemia, hipertensi, akan di uraikan sebagai berikut :
Pengobatan harus ditujukan pada penyakit primer yang menyebabkan gagal ginjal akut ( sepsis, renjatan, dehidrasi, obstruksi, keracunan dan sebagainya). Disamping itu juga di tujukan pada keadaan ginjal itu sendiri. Karena gangguan faal glomerulus dan tubulus, maka terganggu pula ekskresi hasil katabolisme badan, keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan juga keseimbangan asam dan basa. Faal glomerulus mungkin terganggu oleh faktor prarenal(kehilangan cairan, renjatan dan sebagainya) yang menyebabkan penurunan GFR sehingga terjadi retensi fosfat, sulfat, ureum, kalium, dan lain-lain. Anamesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan urin dapat membedakan gagal ginjal akut yang disebabkan oleh faktor prarenal atau renal. Bila jumlah urin sedikit disertai kadar natrium di urin rendah dan berat jenis tinggi, maka parenkim ginjal tidak banyak mengalami kerusakan, tetapi bila kadar natrium di urin tinggi dan berat jenis rendah maka parenkim ginjal mengalami banyak kerusakan.
Bila terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hiponatremi, hipokalsemia, hiperfosfatemia, katabolisme jaringan, anemia, hipertensi, akan di uraikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi
Bila terjadi hipertensi atau banyak kehilangan darah maka perlu diberikan cairan intravena. Sebaiknya di berikan cairan glukosa 10 – 20%, tetapi hendaknya diperhatikan bahwa kadar glukosa tinggi dapat menimbulkan trombosis. Dianjurkan tempat venoklisis setiap 8 jam dipindahkan untuk mencegah timbulnya trombosis. Dapat ditambah 25 mg hepatin pada setiap 500 ml larutan glukosa 20 – 50% untuk maksud yang sama. Bila ada gangguan faal jantung, jumlah cairan tidak boleh terlalu banyak.
Bila terjadi hipertensi atau banyak kehilangan darah maka perlu diberikan cairan intravena. Sebaiknya di berikan cairan glukosa 10 – 20%, tetapi hendaknya diperhatikan bahwa kadar glukosa tinggi dapat menimbulkan trombosis. Dianjurkan tempat venoklisis setiap 8 jam dipindahkan untuk mencegah timbulnya trombosis. Dapat ditambah 25 mg hepatin pada setiap 500 ml larutan glukosa 20 – 50% untuk maksud yang sama. Bila ada gangguan faal jantung, jumlah cairan tidak boleh terlalu banyak.
b. Asidosis
Asidosis disebabkan oleh retensi glomerulus dan reabsobsi tubulus yang meninggi terhadap sulfat, laktat, fosfat, dan asam organik. Juga oleh gangguan pertukaran ion hidrogen dengan basa oleh tubulus. Untuk memberantas asidosis di berikan bikarbonas natrikus atau laktas natrikus. Bila kadar fosfor di dalam serum lebih tinggi harus waspada terhadap timbulnya tetani, karena ion kalsium berkurang, asidosis berat dapat di berantas dengan dialisis.
Asidosis disebabkan oleh retensi glomerulus dan reabsobsi tubulus yang meninggi terhadap sulfat, laktat, fosfat, dan asam organik. Juga oleh gangguan pertukaran ion hidrogen dengan basa oleh tubulus. Untuk memberantas asidosis di berikan bikarbonas natrikus atau laktas natrikus. Bila kadar fosfor di dalam serum lebih tinggi harus waspada terhadap timbulnya tetani, karena ion kalsium berkurang, asidosis berat dapat di berantas dengan dialisis.
c. Hiperkalemia
Sebelum diuresis menjadi baik, kalium tidak perlu diberikan. Untuk mencegah intoksikasi kalium, maka pemberian kalium dengan cairan dan makanan harus dikurangi. Lemak dapat diberikan peroral untuk protein sparing effect. Perlu pemberantasan infeksi. Selain untuk memberantas hiperkalemia dipergunakan juga cation-exchange resin per oral atau per rektum. Juga kombinasi glukosa dan insulin dengan perbandingan 1 unit untuk tiap 3 gram glukosa, serta larutan NaCl 3%. Bila perlu kelebihan kalium dapat dikeluarkan dengan dialisis. Kalium dapat diberikan pada fase poliuri sesudah penetapan kadarnya di dalam darah.
Sebelum diuresis menjadi baik, kalium tidak perlu diberikan. Untuk mencegah intoksikasi kalium, maka pemberian kalium dengan cairan dan makanan harus dikurangi. Lemak dapat diberikan peroral untuk protein sparing effect. Perlu pemberantasan infeksi. Selain untuk memberantas hiperkalemia dipergunakan juga cation-exchange resin per oral atau per rektum. Juga kombinasi glukosa dan insulin dengan perbandingan 1 unit untuk tiap 3 gram glukosa, serta larutan NaCl 3%. Bila perlu kelebihan kalium dapat dikeluarkan dengan dialisis. Kalium dapat diberikan pada fase poliuri sesudah penetapan kadarnya di dalam darah.
d. Hiponatremia
Dalam fase oliguria disebabkan oleh masukan natrium yang kurang, pemindahan dari ekstra ke intraseluler, kehilangan di tinja dan retensi cairan didalam tubuh. Faktor terakhir diberantas dengan pengurangan pemberian cairan. Natrium baru diberikan bila ada gejala keracunan air( water intoxication) yang menyebabkan faal ginjal menjadi jelek oleh kekurangan natrium didalam tubuh. Dalam fase poliuria natrium dapat diberikan untuk mengurangi asidosis tetapi harus hati-hati terhadap timbulnya edema paru. Klorida biasanya diberikan bersama natrium.
Dalam fase oliguria disebabkan oleh masukan natrium yang kurang, pemindahan dari ekstra ke intraseluler, kehilangan di tinja dan retensi cairan didalam tubuh. Faktor terakhir diberantas dengan pengurangan pemberian cairan. Natrium baru diberikan bila ada gejala keracunan air( water intoxication) yang menyebabkan faal ginjal menjadi jelek oleh kekurangan natrium didalam tubuh. Dalam fase poliuria natrium dapat diberikan untuk mengurangi asidosis tetapi harus hati-hati terhadap timbulnya edema paru. Klorida biasanya diberikan bersama natrium.
e. Hipokalsemia
Keadaan ini dapat timbul pada pasien dengan gagal ginjal akut dan menimbulkan gejala tetani. Untuk memberantasnya diberikan glukonas secara intravena.
Keadaan ini dapat timbul pada pasien dengan gagal ginjal akut dan menimbulkan gejala tetani. Untuk memberantasnya diberikan glukonas secara intravena.
f. Hiperfosfatemia
Terjadi akibat retensi fosfat. Dapat dicegah dengan pemberian fosfat binding gel. Kadang-kadang ada hiperfosfatemia yang dapat diberantas dengan dialisis.
Terjadi akibat retensi fosfat. Dapat dicegah dengan pemberian fosfat binding gel. Kadang-kadang ada hiperfosfatemia yang dapat diberantas dengan dialisis.
g. Katabolisme jaringan
Kerusakan jaringan menyebabkan hiperkalemia, asidosis dan lain-lain. Zat hidrat arang dan lemak mempunyai sifat protein sparing effect dan mencegah kerusakan jaringan. Bila ada muntah, zat hidrat arang dapat diberikan sebagai larutan glukosa intravena. Anak diberikan 100-150 gram sehari dan pada bayi jumlah kalori basal untuk mengurangi katabolisme endogen
Kerusakan jaringan menyebabkan hiperkalemia, asidosis dan lain-lain. Zat hidrat arang dan lemak mempunyai sifat protein sparing effect dan mencegah kerusakan jaringan. Bila ada muntah, zat hidrat arang dapat diberikan sebagai larutan glukosa intravena. Anak diberikan 100-150 gram sehari dan pada bayi jumlah kalori basal untuk mengurangi katabolisme endogen
h. Anemia
Sering keadaan uremia disertai anemia. Bila perlu diberi transfusi darah.
Sering keadaan uremia disertai anemia. Bila perlu diberi transfusi darah.
i.
Hipertensi
Dapat diobati dengan pemberian obat-obat anti hipertensi seperti: reserpin atau pemblok beta. Obat-obat tersebut dapat mengurangi filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan hati-hati. Mungkin terjadi ensefalopati hipertensif dan konvulsi, terutama pada glomerulonefritis akut. Bila timbul gagal ginjal kongestif dapat diobati dengan digitalis. Obat ini diberikan dengan pengurangan dosis sehubungan dengan sifat toksiknya. Bila terjadi edema paru dan gagal jantung diberikan morfin dan oksigen. Hipervolemia pada glomerulonefritis akut mungkin menyebabkan gagal jantung dan dapat diberantas dengan dialisis.
(Ngastiyah, 1997).
Dapat diobati dengan pemberian obat-obat anti hipertensi seperti: reserpin atau pemblok beta. Obat-obat tersebut dapat mengurangi filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan hati-hati. Mungkin terjadi ensefalopati hipertensif dan konvulsi, terutama pada glomerulonefritis akut. Bila timbul gagal ginjal kongestif dapat diobati dengan digitalis. Obat ini diberikan dengan pengurangan dosis sehubungan dengan sifat toksiknya. Bila terjadi edema paru dan gagal jantung diberikan morfin dan oksigen. Hipervolemia pada glomerulonefritis akut mungkin menyebabkan gagal jantung dan dapat diberantas dengan dialisis.
(Ngastiyah, 1997).
II.
Gagal Ginjal Kronik
1.
PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik adalah akibat
kerusakan permanen nefron oleh semua penyakit ginjal berat. (John Gibson,
2003).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan
fungsi ginjal yang bersifat persistren dan irreversibel.(Mansjoer, 2000)
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan
ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan
limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal).
(Nursalam, 2006)
(Nursalam, 2006)
Insufisiensi ginjal kronik atau
kegagalan dimulai ketika ginjal tidak bisa memelihara kimia normal cairan tubuh
dibawah kondisi normal. Kemunduran secara progresif lebih dari periode bulan
atau tahun menimbulkan keanekaragaman klinis dan gangguan biokimia yang
akhirnya mencapai puncak dari sindrom klinis disebut uremia.(Whaley & Wong,
2002)
Gagal ginjal kronis aatu penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth, 2002).
Gagal ginjal kronis aatu penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth, 2002).
2.
ETIOLOGI
Penyebab gagal ginjal kronik :
Penyebab gagal ginjal kronik :
a. Glomerulonefritis kronik
b. Diabetes mellitus
c. Hipertensi
d. Batu ginjal
e. Obat-obatan
Keanekaragaman
penyakit bisa menghasilkan gagal ginjal kronis. Penyebab yang paling sering
adalah penyakit ginjal bawaan dan sistem perkemihan yang cacat, refluks
vesicoureteral yang dihubungkan dengan infeksi sistem perkemihan yang kambuh,
pielonefritis kronik, penyakit keturunan, glomerulonefritis kronik dan
glomerulopathi dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti anaphylactoid
purpura dan lupus eritematosus. Penyakit pembuluh ginjal seperti sindrom
hemotitik-uremi, pembuluh trombosis dan kortikel nekrosis adalah penyebab yang
paling sering. (Wong & Whaley’s, 2000)
3.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik :
Manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik :
a. Gastrointestinal: ulserasi saluran
pencernaan dan perdarahan.
b. Kardiovaskuler: hipertensi,
perubahan elektro kardiografi (EKG), perikarditis, efusi pericardium dan
tamponade pericardium.
c. Respirasi: edema paru, efusi pleura,
dan pleuritis.
d. Neuromuskular: lemah, gangguan
tidur, sakit kepala, letargi, gangguan muskular, neuropati perifer, bingung dan
koma.
e. Metabolik / endokrin: inti glukosa,
hiperlipidemia, gangguan hormon seks menyebabkan penurunan libido, impoten dan
amenor.
f. Cairan-elektrolit: terjadi
ketidakseimbangan antara lain :
Ketidakseimbangan cairan
1) Kelebihan cairan: edema, oligori, hipertensi,
gagal jantung kongestif.
2) Penipisan volume vaskuler: poliuri,
penurunan asupan cairan, dehidrasi.
Ketidakseimbangan elektrolit :
Ketidakseimbangan elektrolit :
1) Hiperkalemia: gangguan irama
jantung, disfungsi miokardial.
2) Hipernatremia: haus, stupor,
takikardi, membran kering, peningkatan reflrk tendon profuda, penurunan tingkat
kesadaran.
3) Hipokalemia dan hiperfosfatemia:
iritabilitas, depresi, kram otot, parastesia, psikosis, tetani.
4) Hipokalemia: penurunan reflek tendon
profunda, hipotonia, perubahan EKG.
g. Dermatologi: pucat, hiperpigmentasi, pluritis,
eksimosis dan uremia frost.
h. Abnormal skeletal: osteodistrofi
ginjal menyebabkan osteomalasia.
i.
Hematologi:
anemia, defek kualitas platelet dan perdarahan meningkat.
j.
Fungsi
psikososial: perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.
(Nursalam, 2006)
(Nursalam, 2006)
4.
PATOFISIOLOGI
Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh system tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat.
Gangguan clearanse renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearanse kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk.
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi.
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran penceranaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disrtai keletihan angina, dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkatr, maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dan kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga, vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk diginjal menurun seirng perkembangan gagal ginjal.(Nursalam, 2006).
Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh system tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat.
Gangguan clearanse renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearanse kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk.
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi.
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran penceranaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disrtai keletihan angina, dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkatr, maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dan kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga, vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk diginjal menurun seirng perkembangan gagal ginjal.(Nursalam, 2006).
5.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis, efusi perikardialdan
tamponade jantung
c. Hipertensi
d. Anemia
e.
Penyakit
tulang (Brunner & Suddarth, 2002)
6.
EVALUASI DIAGNOSTIK
a. Hitung darah lengkap (HDL) untuk
mengetahui anemia.
b. Penurunan serum protein/albumin <
60 Eq/menit.
c. Gangguan gas darah arteri
menyebabkan penurunan pH < 5,3, CO2, dan HCO3 (bikarbonat).(Nursalam, 2006)
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik
Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk menetapkan adanya GGk, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, dan membantu menetapkan etiologi.
Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
Ultrasonigrafi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mmencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor.
Foto polos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
(Suhardjono, dkk, 2001)
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik
Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk menetapkan adanya GGk, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, dan membantu menetapkan etiologi.
Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
Ultrasonigrafi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mmencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor.
Foto polos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
(Suhardjono, dkk, 2001)
7.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaannya adalah :
Penatalaksanaannya adalah :
a. Memperlambat progresi gagal ginjal.
1) Pengobatan hipertensi.
2) Pembatasan asupan protein untuk
mengurangi hiperfiltrasi glomerulus.
3) Restriksi fosfor, untuk mencegah
hiperparatiroidisme sekunder.
4) Mengurangi proteinuria.
5) Mengendalikan hiperlipidemia.
b. Mencegah kerusakan ginjal lebih
lanjut
c. Pengelolaan uremia dan komplikasinya
(Suhardjono, dkk, 2001)
Beberapa jenis terapi pengganti ginjal, yaitu :
Beberapa jenis terapi pengganti ginjal, yaitu :
a. Hemodialisis (HD = cuci darah)
Pada hemodialisis darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser (yang berfungsi sebagai ginjal buatan) untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh.
Pada hemodialisis darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser (yang berfungsi sebagai ginjal buatan) untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh.
b. Dialisis Peritoneal (cuci darah
lewat perut)
Disini proses “cuci darah” dilakukan didalam tubuh melalui selaput/membran peritoneum (selaput rongga perut)
Dialisis peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisis kedalam rongga perut melalui selang kateter yang telah ditanam dalam rongga perut. Tekhnik ini memanfaatkan selaput rongga perut untuk menyaring dan membersihkan darah. Ketika cairan dialisis berada dalam rongga perut, zat-zat racun didalam darah akan dibersihkan, juga kelebihan air akan ditarik.
Proses dialisis peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya membutuhkan waktu yang singkat, terdiri dari 3 langkah : memasukkan dialisat (cairan dialisis) berlangsung selama 10 menit; waktu tinggal yaitu dimana sesudah cairan dimasukkan, cairan dibiarkan dalam rongga perut untuk selama periode tertentu (5-6 jam); mengelurkan cairan yang berlngsung selama 20 menit.
Disini proses “cuci darah” dilakukan didalam tubuh melalui selaput/membran peritoneum (selaput rongga perut)
Dialisis peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisis kedalam rongga perut melalui selang kateter yang telah ditanam dalam rongga perut. Tekhnik ini memanfaatkan selaput rongga perut untuk menyaring dan membersihkan darah. Ketika cairan dialisis berada dalam rongga perut, zat-zat racun didalam darah akan dibersihkan, juga kelebihan air akan ditarik.
Proses dialisis peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya membutuhkan waktu yang singkat, terdiri dari 3 langkah : memasukkan dialisat (cairan dialisis) berlangsung selama 10 menit; waktu tinggal yaitu dimana sesudah cairan dimasukkan, cairan dibiarkan dalam rongga perut untuk selama periode tertentu (5-6 jam); mengelurkan cairan yang berlngsung selama 20 menit.
c. Transplantasi ginjal (pencangkokan)
Penurunan semua fungsi ginjal akan diikuti penimbunan sisa metabolisme protein, gangguan asam basa dan elektrolit.
Penurunan semua fungsi ginjal akan diikuti penimbunan sisa metabolisme protein, gangguan asam basa dan elektrolit.
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejalanya adalah kelelahan, malaise, gangguan tidur ditandai dengan kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
Gejalanya adalah kelelahan, malaise, gangguan tidur ditandai dengan kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi
Gejalanya adalah riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, ditandai dengan hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
Gejalanya adalah riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, ditandai dengan hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
c. Integritas Ego
Gejalanya adalah faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan ditandai dengan menolak, ansietas, takut, mudah tersinggung, perubahan kepribadian.
Gejalanya adalah faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan ditandai dengan menolak, ansietas, takut, mudah tersinggung, perubahan kepribadian.
d. Eliminasi
Gejalanya adalah penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung, diare atau konstipasi ditandai dengan perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
Gejalanya adalah penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung, diare atau konstipasi ditandai dengan perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
e. Makanan/cairan
Gejalanya adalah oedema, malnutrisi, anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah ditandai dengan distensi abdomen/asites, pembesaran hati, perubahan turgor kulit, ulserasi gusi, penurunan otot, penurunan lemak subkutan, peampilan tak bertenaga.
Gejalanya adalah oedema, malnutrisi, anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah ditandai dengan distensi abdomen/asites, pembesaran hati, perubahan turgor kulit, ulserasi gusi, penurunan otot, penurunan lemak subkutan, peampilan tak bertenaga.
f. Neurosensori
Gejalanya adalah sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, kesemutan ditandai dengan gangguan status mental, kejang, fasikulasi otot, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
Gejalanya adalah sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, kesemutan ditandai dengan gangguan status mental, kejang, fasikulasi otot, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
g. Pernafasan
Gejalanya adalah nafas pendek, dispnea noktural paroksimal, batuk dengan atau tanpa sputum ditandai dengan takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi pernafasan kusmaul, batuk produktif edngan produksi sputum merah muda.
Gejalanya adalah nafas pendek, dispnea noktural paroksimal, batuk dengan atau tanpa sputum ditandai dengan takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi pernafasan kusmaul, batuk produktif edngan produksi sputum merah muda.
h. Nyeri/kenyamanan
Gejalanya adalah nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki ditandai distraksi, gelisah.
Gejalanya adalah nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki ditandai distraksi, gelisah.
i.
Keamanan
Gejalanyaadalah kulit gatal, ada atau berulangnya infeksi ditandai dengan pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), peteki, area ekomosis pada kulit, fraktur tulang, defesi fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
Gejalanyaadalah kulit gatal, ada atau berulangnya infeksi ditandai dengan pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), peteki, area ekomosis pada kulit, fraktur tulang, defesi fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
j.
Seksualitas
Gejalanya adalah penurunan libido, amenore, infertilitas.
Gejalanya adalah penurunan libido, amenore, infertilitas.
2. Diagnosa
Keperawatan
a. Gagal
Ginjal Akut
1) Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan dehidrasi.
2) Penurunan curah jantung berhubungan
dengan suplai oksigen menurun.
3) Kelelahan berhubungan dengan
penurunan Hb mengikat oksigen sekunder anemia.
4) Volume cairan berlebih berhubungan
dengan retensi air dan Na.
5) Nyeri berhubungan dengan dysuria.
6) Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan oedema.
7) Gangguan pola nafas berhubungan
dengan dyspnea.
b. Gagal Ginjal Kronik
1) Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan edema.
2) Kelelahan berhubungan dengan anemia.
3) Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan oedema.
4) Perubahan pola nafas berhubungan
dengan penurunan fungsi paru
5) Kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
6) Resti infeksi berhubungan dengan
penurunan imun.
Perencanaan dan Rasionalisasi
Perencanaan dan Rasionalisasi
8.
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa I : Kelebihan
volume cairan b.d penurunan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan air dan menahan
natrium
Hasil yang diharapkan:
a. Masukan dan
haluaran seimbang
b. Elektrolit
dalam batas normal
c. Bunyi nafas dan
jantung normal
d. Berat badan
stabil
Intervensi:
1. Pantau balance
cairan/24 jam
2. Batasi masukan
cairan
3. Pantau
peningkatan tekanan darah
4. Monitor
elektrolit darah
5. Kaji edema
perifer dan distensi vena leher
6. Timbang BB
harian
Diagnosa II : Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan
tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah
Hasil yang diharapkan:
-
Klien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat yang dibuktikan dengan
BB dalam batas normal, albumin dalam batas normal
Intervensi:
1. Kaji pola diet
nutrisi
2. Kaji status
nutrisi
3. Kaji faktor
yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
4. Menyediakan
makanan kesukaan klien dalam batas-batas diet
5. Anjurkan
cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan
6. Ciptakan
lingkungan yang menyenangkan selama makan
7. Kaji bukti
adanya masukan protein yang tidak adekuat
8. Timbang berat
badan harian
DAFTAR PUSTAKA ( REFERENSI )
1.
Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, 2000. EGC, Jakarta.
2.
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
3.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine,
Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
4.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta
: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar