Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Epistaksis
A.
Konsep
Dasar Teori
1. Pengertian
Epistaksis adalah satu keadaan
pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat sebab kelainan
lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain
dari tubuh.
Mimisan atau orang awam biasa
menyebutnya, terjadi pada hidung karena hidung memiliki banyak pembuluh darah,
terutama di balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan
suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan
bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat.
Pada umumnya ini terjadi pada
anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitif, selain karena
pilek. Gangguan mimisan umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia.
Semakin tambah usia, pembuluh darah dan selaput lendir di hidungnya sudah
semakin kuat, hingga tak mudah berdarah.
Epistaksis bukan suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan.
Epistaksis
adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab
umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala
suatu kelainan ( Mansjoer, Arif. 2001:96)
2. Anatomi dan Fisiologi Hidung
Hidung terdiri
dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung
terdiri dari :
a.
pangkal
hidung (bridge)
b. dorsum nasi (dorsum=punggung)
c.
puncak
hidung
d. ala nasi (alae=sayap)
Fungsi hidung
adalah untuk :
a. jalan napas
b.
alat
pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
c.
penyaring
udara
d.
sebagai
indra penghidu (penciuman)
e.
untuk
resonansi udara
f.
membantu
proses bicara
g.
refleks
nasal
Epistaksis
dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal
perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung
posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan
gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis
posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual,
muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak
umumnya berasal dari little’s area/pleksus kiesselbach yang berada pada dinding
depan dari septum hidung.
3. Klasifikasi
a. Mimisan
depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah
pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan' (epistaksis
anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini.
Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun
lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan
biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu
maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang
menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau
tengadah.
Pada
pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Penyebab Mimisan depan :
Penyebab Mimisan depan :
1. mengorek – ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering,
misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC.
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan
yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun
kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan air
dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1. Penderita duduk di kursi atau berdiri,
kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat
di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung. Pertahankan
tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10
menit terlewati. Penderita
diminta untuk bernapas lewat mulut.
3. Beri kompres
dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan pembuluh darah, sehingga
perdarahan berkurang.
4. Setelah mimisan berhenti, tidak
boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat
sediktinya dalam 3 jam.
5. Jika penanganan pertama di atas tidak
berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan
pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan
kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan
posisi tunduk sedikit kedepan.
b. Mimisan
Belakang
Mimisan
belakang (epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang. Mimisan
belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang
kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga
mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang
biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang
cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah
cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga
menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama
sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1.
Hipertensi
2.
Demam
berdarah
3.
Tumor
ganas hidung atau nasofaring
4.
Penyakit
darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
5.
Kekurangan vitamin C dan K.
6.
Dan
lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang
lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke
puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan
pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung
tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut.
Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung kateter
satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik
dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan
perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan
melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi
untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya.
Tindakan ini dinamakan ligasi.
4. Etiologi
Penyebab
lokal:
a. Trauma,
misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul,
benda asing di hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang
merangsang.
b. Infeksi
hidung dan sinus paranasal, seperti rhinitis, sinusitis, serta granuloma
spesifik, seperti lepra dan sifilis.
c. Tumor,
baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring.
d. Pengaruh
lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak seperti pada penerbang
dan penyelam (penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
e. Benda
asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus berbau
busuk.
f. Idiopatik,
biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulang pada anak dan remaja.
Penyebab sistemik :
a. Penyakit
kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah
b. Kelainan
darah, seperti trombositopenia, hemophilia, dan leukemia.
c. Infeksi
sistemik, seperti demam berdarah dengue, influenza, morbili atau demam tifoid.
d. Gangguan
endokrin, seperti pada kehamilan, menars, dan menopause.
e. Kelainan
congenital, seperti penyakit Osler (hereditary
hemorrhagic telangiectasia).
5. Patofisiologi
Terdapat
dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior.
Pada
epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (yang paling
banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri
etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien
pasien duduk darah akan keluar melalui lubang hidung. Sering kali dapat
berhenti spontan dan mudah diatasi.
Pada
epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri
etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia
lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit
kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
6. Penatalaksanaan
Prinsip dari
penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
a. A : airway :
pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
b. B : breathing:
pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke
belakang tenggorokan
c. C : circulation
: pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan
pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi. posisikan pasien dengan duduk
menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga
mencegah penyumbatan jalan napas
Tiga
prinsip utama penanggulangan epistaksis :
a. Hentikan perdarahan
-
tekan
pada bagian depan hidung selama 10 menit
-
tekan hidung antara ibu jari dan jari
telunjuk
-
jika
perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus
epistaksis dan hindari
b.
Jika
perdarahan berlanjut :
-
dapat akibat penekanan yang kurang kuat
-
bawa ke fasilitas yang lengkap dimana
dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
-
dapat diberikan vasokonstriktor
(adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah perdarahan
-
apabila masih belum teratasi dapat
dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon
hidung
c.
Mencegah komplikasi
Pemasangan tampon
hidung anterior dilakukan dapat menggunakan kapas yang ditetesi oleh
obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau pantocain 2%)
dan salap antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat
vasokonstriktor dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila
terdapat keadaan dimana terjadi tempat perdarahan yang multipel, perembesan
darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan profil darah tepi lengkap,
protrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), golongan
darah dan crossmatching
7. Pemeriksaan
penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Jika perdarahan sedikit dan tidak
berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang
atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.
b. Pemeriksaan
darah tepi lengkap
c. Fungsi
hemostatis
d. Uji
faal hati dan ginjal
e. Pemeriksaan
poto hidung setelah keadaan akut diatasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium
g. EKG
h. CT scan dan MRI dapat diindikasikan
untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.
8. Komplikasi
Dapat
terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.
Akibat
perdarahan hebat:
a. Syok
dan anemia
b. Tekanan
darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner
dan infark miokard, dan akhirnya kematian.
Akibat pemasangan
tampon:
a. Pemasangan
tampon dapat menimbulkan sinusitis, otitis media, bahkan septicemia. Oleh
karena itu pada setiap pemasangan tampon harus selalu diberikan antibiotic dan
setelah 2-3 hari harus dicabut meski akan dipasang tampon baru bila masih
berdarah.
b. Sebagai
akibat mengalirnya darah secara retrograde melalui tuba Eustachius, dapat
terjadi hemotimpanum dan air mata yang berdarah.
c. Pada
waktu pemasangan tampon Bellocq dapat terjadi laserasi palatum mole dan sudut
bibir karena benang terlalu kencang dilekatkan.
9. Prognosis
90
% kasus epistaksis dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi dengan atau
tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh, dan
prognosinya buruk.
B. Proses Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat,
suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
b. Riwayat Penyakit sekarang
c. Keluhan utama : biasanya penderita
mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
d. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menderita sakit gigi geraham
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menderita sakit gigi geraham
e. Riwayat keluarga : Adakah penyakit
yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya
dengan penyakit klien sekarang.
f. Riwayat spikososial:
-
Intrapersonal
: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
-
Interpersonal
: hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat : Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
2. Pola nutrisi dan metabolisme :
biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
3. Pola istirahat dan tidur: selama
indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
4. Pola Persepsi dan konsep diri :
klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
5. Pola sensorik : daya penciuman klien
terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen ,
serous, mukopurulen).
h. Pemeriksaan fisik
1. status kesehatan umum : keadaan umum
, tanda vital, kesadaran.
2. Pemeriksaan fisik data focus hidung
: rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data
subyektif : Mengeluh badan lemas
Data
Obyektif:
a.
Perdarahan
pada hidung/mengucur banyak
b.
Gelisah
c.
Penurunan
tekanan darah
d.
Peningkatan
denyut nadi
e.
Anemia
2.
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1.
PK
: Perdarahan
2.
Bersihan
Jalan Nafas tidak efektif
3.
Cemas
4.
Nyeri
Akut
3.
Rencana
Asuhan Keperawatan
Dx I : PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda
vital normal, tidak anemis
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
2. Monitor tanda vital
3. Monitor jumlah perdarahan pasien.
4. Awasi jika terjadi anemia
5. Kolaborasi dengan dokter mengenai
masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi, medikasi(Diagnosa
NANDA,NIC,NOC)
Dx II : Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi
efektif
Kriteria Hasil :
a. Frekuensi nafas normal.
b. Tidak ada suara nafas tambahan.
c. Tidak menggunakan otot pernafasan
tambahan.
d. Tidak terjadi dispnoe dan sianosis
Intervensi :
1. Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan
dan gerakan dada.
2. Catat kemampuan mengeluarkan
mukosa/batuk efektif.
3. Berikan posisi fowler atau semi
fowler tinggi.
4. Bersihkan secret dari mulut dan
trakea.
5. Pertahankan masuknya cairan
sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi.
6. Berikan obat sesuai dengan indikasi
mukolitik, ekspektoran, bronkodilator.
Dx III: Kecemasan
Tujuan: Kecemasan berkurang atau hilang
Kriteria :
Kriteria :
a. Klien akan menggambarkan tingkat
kecemasan dan pola kopingnya.
b. Klien mengetahui dan mengerti
tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Berikan kenyamanan dan ketentraman
pada klien : Temani klien; Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh
klien )
3. Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang
jelas, singkat mudah dimengerti
4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan
misalnya : Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang; Batasi kontak dengan
orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis
Dx IV: Nyeri Akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a.
Klien
mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
b.
Klien
tidak menyeringai kesakitan
Intervensi :
1.
Kaji
tingkat nyeri klien
2.
Jelaskan
sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
3.
Ajarkan
tehnik relaksasi dan distraksi
4.
Observasi
tanda tanda vital dan keluhan klien
5.
Kolaborasi
dngan tim medis, Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan
hidung
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmaaf mbak
BalasHapusbagaimana sebenarnya implementasi untuk epistaksis
joya shoes 310a7iojpu715 afslappet,STØVLER,STÖVLAR,csizma,botas,gewoontjes,camminando,mode baskets,gehen,stiefel joya shoes 708l9mzbgv011
BalasHapus