ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN KALA
III
A.
KONSEP
DASAR PERSALINAN KALA III
1.
Defenisi
Persalinan
kala III adalah kala uri atau waktu pelepasan plasenta dari insersinya sampai
lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Kala
tiga persalinan berlangsung rata – rata antara 5 – 10 menit, akan tetapi
apabila lebih dari 30 menit resiko perdarahan meningkat.
2.
Pembagian
tingkat kala III
Kala
uri dapat dibagi dalam dua tingkat :
a.
Tingkat
pelepasan plasenta.
Sebab
– sebab terlepasnya plasenta:
1. Pada
waktu bayi dilahirkan rahim sangat mengecil. Karena pengecilan rahim, tempat
perlekatan plasenta akan berlipat – lipat bahkan ada bagian – bagaian yang akan
terlepas dari dinding rahim atau tempat insesinya, karena tidak dapat mengikuti
pengecilan dari dasarnya. Jadi secara singkat, bagian yang paling penting dalam
pelepasan plasenta adalah retraksi dan kontraksi otot rahim.
2. Ditempat
– tempat yang lepas terjadi perdarahan ialah antara plasenta dan desidua
basalis dank arena hematoma ini membesar, maka seolah – olah plasenta terangkat
dari dasanya oleh hematoma tersebut sehingga daerah pelepasan meluas
Tanda – tanda lepasnya plasenta mencakup bebrapa hal
:
1. Perubahan
bentuk dan tinggi fundus.
2. Tali
pusat memanjang
3. Semburan
darah mendadak dan singkat .
Macam pelepasan
plasenta yaitu :
1.
Secara
Schultze
Pelepasan
dimulai pada bagian tegah dari plasenta dan disini terdapat hematoma retro
plasentair yang selanjutya mengangkat plasenta dari dasarnya. Plasenta dengan
hematoma diatasnya sekarang jatuh ke bawah atau menarik lepas selaput janin
bagian plasenta yang Nampak dari vulva ialah permukaan futal, sedangkan
hematoma sekarang terdapat dalam katong yang terputar balik. Pelepasan secra
schultze paling sering dijumpai.
2.
Secara
dunchan
Pada
pelepasan secara Duncan, pelepasan dimulai dari pinggir plasenta. Darah
mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah
ada sejak sebagian dari plasenta terlepas dan terus berlangsung sampai seluruh
plasenta lepas. Plasenta lahir dengan pinggirnya terlebih dahulu. Pelepasan
secara Duncan terutama terjadi plasenta letak rendah.
b.
Tingkat
pengeluaran plasenta
Setelah plasenta lepas,
maka karena kontraksi dan retraksi otot rahim, plasenta terdorong ke dalam
segmen bawah rahim atau ke dalam bagian atas dari vagina. Dari tempat ini
plasenta didorong keluar oleh tenaga mengejan.
3.
Patofisiologi
Pada kala III, otot
uterus ( miometrium ) berkontraksi mengikuti penyesuaian volume rongga uterus
setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal
dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun
kebagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Setelah janin lahir, uterus
mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat
implantasi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari tempat implantasinya.
4.
Tanda
– tanda pelepasan plasenta
Adapun tanda – tanda
pelepasan plasenta yaitu:
a. Perubahan
bentuk dan tinggi fundus
Setelah
bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat
penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi
dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah
pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
b. Tali
pusat memanjang
Tali pusat telihat
menjulur keluar melalui vulva
c. Semburan
darah mendadak dan singkat
Darah
yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar di
bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah ( retroplasental pooling )
dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungnya maka darah akan tersembur keluar dari tepi plasenta yang
terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam waktu satu menit setelah
bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.
5.
Manajemen
Aktif Kala III
Tujuan
manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan
darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Keuntungan
– keuntungan manajemen kala III:
1. Persalinan
kala tiga yang lebih singkat
2. Mengurangi
jumlah kehilangan darah
3. Mengurangi
kejadian retensio plasenta
Manajemen aktif kala III terdiri dari
tiga langkah utama :
a) Pemberian
suntikan oksitosin dalam satu menit setelah kelahiran bayi:
1. Serahkan
bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberikan ASI
2. Letakkan
kain bersih diatas perut ibu
3. Periksa
uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain
4. Beritahu
pada ibu bahwa ia akan disuntik
5. Segera
suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha luar.
b) Melakukan
penegangan tali pusat terkendali ( PTT)
1. Beridiri
disamping ibu
2. Pindahkan
klem tali pusat sekitar 5 – 20 cm dari vulva
3. Letakkan
tangan yang lain pada abdomen ibu ( beralaskan kain ) tepat diatas simpisis
pubis.
4. Bila
placenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar 2 atau
3 menit berselang) untuk mengulangi kembali PTT.
5. Saat
mulai berkontraksi (uterus bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat
kearah bawah, lakukan tekanan dorso cranial hingga tali pusat makin
menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan placenta telah lepas
dan dapat dilahirkan.
6. Tetapi
jika langkah kelima diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan placenta
tidak turun setelah 30 -40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada
tanda-tanda yang menunjukkkan lepasnya placenta, jangan teruskan penegangan
tali pusat:
a. Pegang
klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika
perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang.
b. Pada
saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan
tekanan dorso cranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah
tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa placenta terlepas dari dinding
uterus.
7. Setelah
placenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar placenta terdorong keluar
melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai
(mengikuti poros jalan lahir).
8. Saat
placenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan placenta dengan mengangkat
tali pusat ke atas dan menopang placenta dengan tangan lainnya untuk meletakkan
dalam wadah penampung.karena selaput ketubn mudah robek, maka pegang placenta
dengan kedua tangan dan secara lembut putar placenta dalam satu arah hingga
selaput ketuban terpilin menjadi satu.
9. Lakukan
penarikan dengan lembut dan perlahan – lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
10. Jika
selaput ketuban robek dan tertinggal dijalan lahir saat melahirkan placenta,
dengan hati-hati periksa vagina dan servik secara seksama. Gunakan jari-jari
tangan atau klem DDT atau forcep untuk mengeluarkan selaput ,ketuban yang teraba
c) Rangsangan
taktil (pemijatan) fundus uteri (masase)
1. Letakkan
telapak tangan pada fundus uteri
2. Jelaskan
tindakan kepada ibu, bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman karena tindakan
yang diberikan, oleh karena itu anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dan
perlahan secara rileks
3. Dengan
lembut gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya uterus
berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik lakukan
penatalaksanaan atonia uteri.
4. Periksa
placenta dan selaputnya untuk memastikan keduannya lengkap dan utuh.
5. Periksa
placenta sisi maternal untuk memastikan semua bagian lengkap dan utuh.
a. Pasangkan
bagian- bagian placenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada
bagian yang hilang.
b. Periksa
placenta sisi futal untuk memastikan tidak adanya kemungkinan lobus tambahan
(suksenturiata)
c. Evaluasi
selaput untuk memastikan kelengkapannya.
6. Periksa
kembali uterus setelah 1 – 2 menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika
uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase.
7. Periksa
kontraksi uterus tiap 15 menit dalam 1 jam PP dan tiap 30 menit dalam 2 jam PP.
6.
Kelainan pada Persalinan Kala III
Kelainan
yang sering terjadi pada saat persalinan kala tiga yaitu Retensio Plasenta dan
Sisa plasenta (Rest Plasenta).
a.
Konsep dasar Retensio Plasenta dan
Sisa Plasenta (Rest Plasenta)
Perdarahan
postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau
selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau
di kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu
dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana
retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah
jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian
plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau
perdarahan post partum sekunder.
Sewaktu
suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Sebab-sebab plasenta
belum lahir, bisa oleh karena:
1) Plasenta
belum lepas dari dinding uterus
2) Plasenta
sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan
Apabila
plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta
belum lepas dari dinding uterus bisa karena:
1) Kontraksi
uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)
2) Plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua
sampai miometrium.
Plasenta
yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak
adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta.
b.
Penanganan perdarahan postpartum
yang disebabkan oleh sisa plasenta :
1. Penemuan
secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan
lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan
keluhan perdarahan
2. Berikan
antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g/oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg
oral.
3. Lakukan
eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan.
Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
4. Bila
kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan
sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
c.
Tindakan Operatif Dalam Kala Uri
Tindakan
operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :
a)
Perasat Crede
Perasat
crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi :
1) Syarat
Uterus berkontraksi
baik dan vesika urinaria kosong
2) Teknik
pelaksanaan
Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan
sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus
sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus
dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan
lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’ tidak boleh dilakukan
pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri
Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum
meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.
b)
Manual Plasenta
1)
Indikasi
Indikasi
pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika
dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan
untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
2)
Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi
litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl
atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring
dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna
untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan
salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain
(tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut
7.
Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan
cairan secara tidak disadari, laserasi jalan lahir.
2. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis setelah
melahirkan.
3. Resiko tinggi cedera maternal berhubungan dengan posisi selama melahirkan
/ pemindahan , kesulitan denganpelepasan plasenta, profil darah abnormal.
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan terjadinya transisi
(penambahan anggota keluarga), krisis situasi (perubahan peran/ tanggung
jawab).
5. Kurang pengetahuan/ kebutuhan belajar berhubungan dengan kurang informasi
dan atau kesalahan interpretasi informasi.
B. PROSES KEPERAWATAN
I.
Pengkajian dasar data klien
a.
Aktivitas / Istiirahat
Perilaku dapat
direntang dari senang sampai keletihan.
b.
Sirkulasi
Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat,
kemudian kembali ke tingkat normal dan cepat. Hipotensi dapat terjadi sebagai
respon terhadap analgesik dan anastesi. Frekuensi nadi melambat pada respon
terhadap perubahan curah jantung.
c.
Makanan / Cairan
Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml
d.
Nyeri / Ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki/ menggigil.
e.
Keamanan
Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan
adanya robekan atau laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir
mungkin ada.
f.
Seksualitas
Darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat
plasenta lepas dari endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan
bayi. Tali pusat memanjang pada muara vagina. Uterus berubah dari diskoid menjadi
bentuk globular dan meninggikan abdomen.
II.
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
keperawatan: Resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari,
laserasi jalan lahir.
Tujuan dan kriteria hasil: pasien
terhindar dari resiko kekurangan volume cairan setelah mendapatkan tindakan
keperawatan selama tiga hari dengan kriteria hasil :
1.
Tekanan darah dan nadi pasien normal
(TD: 110/70- 119/79mmHg ; N:60-90x/menit)
2.
Mendemonstrasikan kontraksi adekuat
dari uterus dengan kehilangan darah dalam batas normal.
Intervensi :
1. Instruksikan
klien untuk mendorong pada kontraksi, bantu mengarahkan perhatiannya untuk
mengejan.
2. Palpasi uterus
; perhatikan ”ballooning”.
3. Pantau tanda
dan gejala kehilangan cairan berlebihan atau syock.
4. Tempatkan bayi
di payudara klien bila ia merencanakanuntuk memberi ASI.
5. Catat waktu dan
mekanisme pelepasan plasenta ; misalnya mekanisme Duncan versus mekanisme
Schulze.
6. Dapatkan dan
catat informasi yang berhubungan dengan inspeksi uterus dan plasenta untuk
fragmen plasenta yang tertahan.
7. Hindari menarik
tali pusat secara berkebihan.
8. Berikan cairan
melalui rute parenteral.
9. Berikan
oksitoksin melalui rute IM atau IV drip diencerkan dakam karutan elektrolit,
sesuai indikasi.
10. Bantu sesuai
kebutuhan dengan pengangkatan plasenta secara manual di bawah anestesi umum dan
kondisi steril.
Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis setelah
melahirkan.
Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang – hilang.
Intervensi:
1.
Bantu dengan penggunaan teknik
pernapasan selama perbaikkan pembedahan bila tepat.
2.
Berikan kompres pada perineum setelah
melahirkan .
3.
Ganti pakaian dan linen basah.
4.
Berikan selimut penghangat.
Diagnosa
Keperawatan : Resiko tinggi cedera maternal
berhubungan dengan posisi selama melahirkan / pemindahan , kesulitan
denganpelepasan plasenta, profil darah abnormal.
Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terdapat adanya tanda –
tanda resiko.
Intervensi:
1. Palpasi fundus
dan masase dengan perlahan.
2. Masase fundus
dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta.
3. Kaji irama
pernafasan dan pengembangan .
4. Bersihkan vulva
dan perineum dengan air dan larutan antiseptik steril ; berikan pembalut
perineal steril.
5. Kaji perilaku
klien, perhatikan perubahan SSP.
ass,, kak, referensinya darri mana ?
BalasHapus